Kamis, 24 November 2016

BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubifex sp) DENGAN MEDIA NAMPAN



BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubifex sp) DENGAN MEDIA NAMPAN

 

A.    Pendahuluan
Tehnologi perikanan belakangan ini telah berhasil memijahkan beberapa jenis ikan baik ikan hias ataupun ikan konsumsi dengan pemijahan alami ataupun buatan, akan tetapi keberhasilan dalam pemijahan larva ini tidak diikuti oleh keberhasilan dalam pengembangan teknologi pemeliharaan larva, yang ditandai dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi. Padahal usaha budidaya ikan dan udang semakin giat dilaksanakan baik secara intesif maupun secara ekstensif. Salah satu penyebab rendahnya SR (Survival Rates/Tingkat Kehidupan) larva adalah masih rendahnya penguasaan teknologi penyediaan pakan, khususnya pakan alami.
Berdasarkan permasalahan tersebut, salah satu alternatif pemecahannya adalah mencari pakan alami yang lebih murah untuk menekan biaya akan tetapi nilai nutrisinya lebih lengkap. Penggunaan  pakan alami untuk budidaya ikan memiliki beberapa keuntungan selain harganya yang lebih murah juga tidak mudah busuk sehingga dapat mengurangi pencemaran kualitas air, lebih mendekati pada kebutuhan biologis ikan karena merupakan jasad hidup dan mempunyai kandungan gizi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan pakan buatan.
Salah satu diantara banyak pakan alami adalah cacing sutra atau juga dikenal dengan cacing rambut. Cacing sutra ini menjadi favorit bagi semua benih ikan yang sudah bisa memakan pakan alami. Cacing sutra ini biasanya diberikan dalam keadaan hidup atau masih segar ke dalam air karena lebih sukai ikan. Cacing sutra (Tubifex sp) cukup mudah untuk dhttp://epetani.deptan.go.id/sites/default/files/u3108/Pencucian%20cacing%20sutra%20untuk%20dijual%20atau%20di%20tangkarkan%20ulang.jpgijumpai, dan jika dibudidayakan tidaklah sulit untuk melakukannya. Kemampuanya beradaptasi dengan kualitas air yang jelek membuatnya bisa dipelihara di perairan mengalir mana saja, bahkan pada perairan tercemar sekalipun. Selain itu juga bisa bertahan lama hidup di air dan nilai gizi yang ada pada cacing ini cukup baik untuk pertumbuhan ikan. Berbagai keunggulan ini membuat Cacing sutra (Tubifex sp) menjadi primadona pakanalami bagi dunia pembenihan. Namun ketersediaan pakan alami berupa cacing sutra masih tergantung pada kondisi alam sehingga dalam waktu – waktu tertentu sulit diperoleh


Pengembangan pakan alami cacing sutra masih tergolong tradisional. Sebagian besar pemenuhan kebutuhan akan cacing sutra didapat dari alam. Hal tersebut dikarenakan teknologi budidaya dari cacing sutra ini belum berkembang dengan baik, sehingga masih mengandalkan tangkapan dari alam. Proses pengambilan cacing sutra dari alam membutuhkan penanganan khusus dan ketelatenan agar didapatkan cacing yang tahan dan dapat hidup di luar habitatnya hingga dapat didistribusaikan kepada konsumen.
Kandungan gizi cacing sutra cukup baik bagi pakan ikan yaitu berupa protein         (57 %), lemak (13,3 %), serat kasar (2,04 %), kadar abu (3,6 %) dan air (87,7 %). Kandungan nutrisi cacing sutra tidak  kalah dibanding pakan ikan alami lainya seperti Infusoria, Chalama domunas, Kotioero Monas .sp, Artemia .sp(Khairuman et al., 2008) 

B.     Budidaya Dengan Tray/Nampan Plastik
Budidaya cacing sutra dengan Tray/Nampan terhitung baru dilakukan. Sistem budidaya dengan menggunakan nampan ini baru ditemukan beberapa waktu yang lalu oleh pembudidaya cacing sutra, Bapak Agus Tiyoso. Pembudidaya tubifex sp  yang beralamat di Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung ini menemukan ide budidaya dengan sistem tray ketika ada temannya bertamu dan lagi membicarakan cara budidaya cacing rambut. Ketika istrinya mau menyuguhkan minuman yang dibawa dengan nampan,  saat itulah terbersit ide untuk menggunakan nampan dalam berbudidaya “Si Emas Merah Berambut” ini.


Budidaya cacing sutra dengan menggunakan media nampan/tray ini bisa menggunakan System SCRS( Semi Closed Resirculating System). Sistem SCRS ini sebetulnya bukan hal baru pada sistem pembesaran pada budidaya udang. Sistem ini pada dasarnya mengolah dan menggunakan kembali air yang sudah dipakai pada proses budidaya udang. Pengisian air  baru dari luar sistem hanya dilakukan untuk mengganti air yang susut/berkurang akibat kebocoran ataupun evaporasi.
Pada sistem budidaya cacing sutra dengan menggunakan nampan/tray ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
1)      Lebih hemat dalam penggunaan air.
Air yang sudah melewati susunan media pada nampan/tray ditampung dengan wadah yang ada dibagian bawah rak untuk kemudian dialirkan kembali ke media yang paling atas dengan menggunakan pompa air/dab.
2)      Menghemat Penggunaan Probiotik dan Obat-obatan lainnya.
Probiotik dan obat-obatan yang dicampur pada media tumbuh/substrat budidaya cacing sutra yang ikut terbawa arus air tidak terbuang dengan percuma ke perairan luar. Probiotik yang ikut tertampung pada wadah bagian bawah wadah rak bersama air bisa digunakan kembali dengan cara dialirkan ke media yang paling atas dengan bantuan pompa air/dab.
3)      Budidaya cacing sutra dengan sistem ini tidak membutuhkan lahan yang luas, karena medianya disusun ke atas secar vertikal yang cenderung bisa juga dilahan yang sempit seperti disela-sela sekatan rumah ataupun tempat lainnya.
Agar kapasitas produksinya bisa maksimal ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam budidaya tubifex sp  dengan sistem tray/nampan ini, yaitu : 
Ø  Nampan diusahakan agar yang awet dan tahan pecah, sehingga bibit yang sudah ada dimedia tidak mesti mengulang dari awal budidaya yang biasanya membutuhkan waktu 50 – 57 hari mulai dari awal sampai dengan panen.
Ø  Kayu balok dan reng bambu yang dipakai juga diusahakan agar kwalitasnya juga bagus untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan seperti patah/roboh akibat kayu/reng bambunya patah atau gampang rapuh.
Ø  Jumlah nampan/tray diatur sebanyak mungkin dengan tetap memperhatikan kekuatan rangka yang ada
Ø  Semakin banyak rak/susunan kerangka akan semakin banyak produksi cacing sutra yang akan dihasilkan


Produksi cacing sutra dengan media nampan, menurut informasi Bapak Agus Tiyoso Penemu Budidaya cacing sutra dengan media nampan ini, bisa mencapai 1 gelas/nampan dengan siklus panen sesudah masa panen perdana bisa 5 – 10 sehari sekali. Dengan asumsi 1 gelas = 250 ml, maka apabila kita bisa memanen 10 nampan/hari maka produksinya  akan  mencapai 2,5 liter/hari. Terkadang panennya bisa mencapai 15 – 20 nampan/hari. Jika dikalikan dengan Rp. 15.000,00 rupiah maka penghasilan dalam sehari bisa mencapai Rp. 37.500,00. Tentu saja penghasilannya bisa lebih dari itu apabila jumlah cacing sutra dalam nampan yang dipanen lebih dari 10 nampan. Jadi semakin banyak nampan yang dibuat dengan semakin banyak rak-rak budidaya cacing sutra yang dibuat maka kapasitas produksi yang ingin dicapai pun bisa semakin meningkat.
C.    Analisa Usaha
Sebuah analisis usaha sangatlah penting untuk mengetahui kelayakan suatu usaha apakah  bisamendapatkan keuntungan yang layak atau tidak. Langkah pertama untuk menganalisa suatu usaha adalah menentukan biaya produksi kemudiabiaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan usaha. Biaya produksi dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu musim produksi, sedangkan biaya variable merupakan biaya yang habis dalam satu musim produksi. Analisis finansial sangat dibutuhkan dalam usaha apapun untuk mengetahui tingkat efisiensi, serta tingkat keberhasilan usaha dan layak tidaknya usaha tersebut untuk dijalankan. 
Usaha budidaya cacing sutra dengan nampan ini sangat menjanjikan. Bayangkan hanya dengan 100 buahdan biaya produksi Rp 3.508.250,-  setahun bisa menghasilkan pendapatan dari penjualan cacing sutra setahun yang mencapai Rp 11.625.000,-.Berarti bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp 8.116.750,-/ 1 rangkaian rak. Penghasilan dalam 1 bulan hanya dengan 1 rangkaian rak nampan yang berisi 100 nampan besar adalah Rp 676.396,- Apabila kita mempunyai 10 rangkaian rak nampan besar maka keuntungan pertahun yang bisa didapat adalah sekitar Rp 81.167.500,-, dan penghasilan/bulannya bisa mencapai Rp 6.763.960,- sebuah penghasilan yang tinggi untuk ukuran sekarang. Apalagi dengan berbudidaya cacing sutra dengan nampan ini tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas dan bisa juga di pekarangan atau sekatan rumah kita. 
Berdasarkan nilai pendapatan dan biaya produksi, didapatkan nilai rationya 3,31. R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp.1,- biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya cacing sutra dengan media kolam semen ini akan memperoleh penghasilan Rp. 3,31,-.
Untuk lebih jelasnya bisa melihat tabel analisa usaha tahunan budidaya cacing sutra dengan menggunakan nampan besar adalah sebagai berikut :



Info Tambahan :
Pada hari Kamis, 27 Juni 2013 sudah ada kunjungan dari teman-teman semarang. Mereka adalah : Bapak Budi Kuncoro, S.Pi, dari Gunung Pati, Semarang
Bpk Danar H, Jln. Pleburan Barat no 24 Semarang
Bpk Dadang M, Jln Kertanegara V/27 Semarang

Respon teman-teman dari semarang positif sekali dan berencana untuk mengembangkan Budidaya Cacing Sutra di Kampung sekitar mereka. Kelebihan dari Budidaya Cacing dengan media nampan ini diantaranya adalah bisa juga dikembangkan didaerah perkotaan dan juga bisa ramah lingkungan.

Bagi anda yang belum tahu seputar budidaya cacing sutra ini silahkan menghubungi kami di :http://www.facebook.com/mahmud.efendi.77 atau klik saja : www.mahmudsmadawangi.blogspot.com

Senin, 21 November 2016

Fish Oil

Fish Oil
1.    Pendahuluan
Dalam proses penepungan ikan selama pemasakan protein ikan akan menggumpal dan sel ikan yang mengadung lemak akan pecah sehingga setelah dipisahkan airnya akan diperoleh hasil sampingan berupa minyak ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Menurut Muchtadi (1996), minyak ikan hasil sampingan proses pengalengan dan penepungan ikan kaya asam lemak omega-3, khususnya EPA (Eilosa Panteonil Acid) dan DHA (D-Hexaenoic Acid). Dan selama ini hanya dimanfaatkan sebagai pakan terkandung asam lemak jenuh tinggi meyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, karena wadah mengalami oksidasi, proses oksidasi semakin meningkat dengan adanya panas, cahaya dan O2.
Proses untuk mendapatkan minyak dengan kualitas yang baik ada 2 tahap penting yang harus diperhatikan yaitu proses ekstraksi minyak dan proses pemurnian minyak. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pemurnia (refining) adalah suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna tidak menarik dan untuk memperpanjang umur simpan sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren,2005). Menurut Susanto (1987), pemurnian ini perlu dilakukan karena minyak atau lemak yang dihasilkan dalam proses ekstraksi umunya mengandung kotoran yang ikut terekstraksi dan kotoran tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang mengakibatkan kualitas minyak yang dihasilkan atau menurun
Pemanfaatan minyak ikan dalam industri pangan dengan tujuan utuk pengganti fungsi minyak industri/lemak hewani dan memperkaya nilai gizinmakanan dalam rangka mendapatkan makanan sehat. Untuk maksud tersebut, minyak ikan dikembangkan pemakainya pada produk margarine, and table spread, hard fat, shortening, pastry fat, adonan biskuit dan emulsi untuk roti, adanan roti, minyak goreng, biskuit filling, isinya salad/sayur, emulsifier, fish spread, peanuut butter, mayonise, coleslaw, salami dan sosis (Irianto dan soesilo,2007)
Menurut Irianto dan Soesilo (2007), minyak ikan merupakan hasil samping dengan pengolahan ikan kaleng dan tepung ikan. Minyak ikan tersebut dapat ditingkatkan mutunya agar layak dikonsumsi manusia dengan memurnikannya dengan metode alkali. Minyak ikan mempunyai nilai manfaat kesehatan,pengobatan dan gizi. Dengan demikian, minyak ikan dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri farmasi dan pangan. Minyak ikan dapat diolah menjadi kapsul konsentrat asam lemak omega 3. dengan teknik mikroenkapsulasi minyak ikan dapat diproses menjadi tepung minyak ikan yang memudahkan dalam penanganan, penyimpanan dan pemanfaatannya.
Minyak ikan merupakan minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh paling tinggi dibandingkan dengan jenis minyak lainnya. Ditinjau dari segi kesehatan, hal ini sangat menguntungkan terutama kandungan asam lemak omega 3 nya. Kandungan asam lemak tak jenuhyang tinggi menyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, mudah mengalami oksidasi. Proses oksidasi akan semakin meningkat dengan adanya pannas, cahaya dan oksigen (Irianto, dkk, 2000).
                   Menurut Poedjiadi (1994), komposisi kimia minyak ikan adalah:
Komposisi kimia
Nilai kandungan
Air
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Ca
P
Fe
Vitamin A
Vitamin B
Vitamin C
Bydd
0
902 kal
0
100 gram
0
0
0
0
80000 SI
0
0
100am
2.    Pengolahan Minyak Ikan
Minyak ikan sangat berbeda dengan minyak lainnya, yang dicirikan dengan (1) variasi asam lemaknya lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atau lemak lainnya, (2) jumlah asam lemaknya lebih banyak; (a) panjang rantai karbon mencapai 20 atau 22, (b) lebih banyak mengandung jenis asam lemak tak jenuh jamak (ikatan rangkap sampai dengan 5 dan 6), dan (c) lebih banyak mengandung jenis omega-3 dibandingkan dengan omega-6. Asam lemak yang berasal dari ikan pada prinsipnya ada 3 jenis yaitu jenuh, tidak jenuh tunggal dan tidak jenuh jamak. Asam lemak tak jenuh tunggal mengandung satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak mengandung banyak ikatan rangkap per molekul.
Pengolahan minyak ikan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Minyak ikan yang diproduksi terdiri atas minyak hati dan minyak dari badan ikan yang merupakan hasil samping pengolahan tepung ikan dan pengalengan ikan. Pemanfaatan minyak ikan yang dihasilkan di Indonesia baru digunakan sebagai komponen ransum pakan ikan maupun pakan ternak dan sebagaian kecil digunakan dalam penyamakan kulit serta industry kecil lainnya.
3.    Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Konvensional / Sederhana
Pengolahan minyak ikan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Minyak ikan yang diproduksi terdiri atas minyak hati dan minyak dari badan yang merupakan hasil samping pengolahan tepung ikan dan pengalengan ikan. Pemanfaatan minyak ikan yang dihasilkan di Indonesia baru digunakan sebagai komponen ransum pakan ikan maupun pakan ternak dan sebagian kecil digunakan dalam penyamakan kulit serta industri kecil lainnya. Bahan baku industri minyak ikan adalah minyak ikan dari ikan-ikan pelagis dengan kadar lemak yang tinggi, seperti lemuru dan lainnya. Sumber minyak tersebut diperoleh   dari :
1.        Hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya
2.        Hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan
3.        Hasil samping dari pengolahan ikan kaleng
Ekstraksi minyak dilakukan dengan mencampur hati cucut botol dengan asam formiat teknis sebanyak 1 % dari berat hati cucut botol (proses silase). Setelah 3 hari proses silase, kemudian dilakukan penyaringan hasil silase melalui kain blacu untuk memperoleh minyak kasar. Setelah minyak disimpan dalam suhu rendah selama 24 jam, lalu dilakukan sentrifuge pada kecepatan putaran 500 rpm (Anonymous, 2007).
4. Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Modern
Minyak ikan dari pabrik dibersihkn dari kotoran dengan cara minyak ikan hasil saringan dipanaskan seampai suhu 700C dan ditambahkan larutan garam 2-2.5% sebesar setengah volume minyak, sambil diaduk 5 menit (untuk deguming). Campuran minyak tersebut kemudian ditambahkan larutan netrium hidroksida 1N apabila FFA 4% menggunakan NaOH teknis 8.7 gram dilarutkan dalam 125 ml air untuk satu liter minyak ikan. Besarnya volume tergantung dari besarnya FFA minyak ikan yang akan dibersihkan. Makin tinggi FFA, makin besar pula pemakaian natrium hidroksida. Pengadukan selama 30 menit pada suhu 700C, proses ini disebut penyabunan kemudian larutan sabun yang terjadi dipisahkan dari minyaknya. Apabila sabun masih ada yang tertinggal dalam minyak perlu dicuci dengan air panas sampai minyak menjadi bersih dari sabun. Minyak hasil penyabunan ditambah karbon aktif atau benfonif 3%. Kemudian dipanaskn pada suhu 600C sambil diaduk selama 20 menit. Selanjutnya disaring dengan filter press. Minyak yang sudah bersih ditambah antioksida (BHT) sebesar 20 ppm. Kemudian minyak dikemas dalam tempat yang tidak tembus cahaya.
5.  Pengembangan Olahan Minyak Ikan
                        Minyak ikan sangat mudah teroksidasi oleh karena banyaknya ikatan rangkap pada gugus rantai asam lemaknya. Hal ini berarti bahwa harus diberikan perhatian yang lebih apabila minyak ikan ditambahkan pada produk makanan, jika tidak akan menyebabkan timbulnya bau atau rasa yang tidak enak dan senyawa-senyawa hasil oksidasi yang berpengaruh buruk bagi kesehatan. Perlakuan terhadap minyak ikan yang dapat menghilangkan kendala-kendala tersebut yang memungkinkan para produsen makanan memasukkan minyak ikan bagi peningkatan nilai tambah produk tampak adanya perubahan penampakkan dan usia simpan produk.
Prospek minyak hati ikan cucut botol sebagai bahan baku industri di pasaran Internasional memiliki masa depan yang cerah, sehingga upaya pengolahan lebih lanjut minyak hati cucut botol menjadi bahan setengah jadi (skualen) merupakan prospek bisnis yang baik, hal ini dapat menjadi kenyataan karena teknologi pengolahannya telah dapat dihasilkan yang meliputi metoda dan teknik penanganan hati cucut botol di kapal, ekstraksi minyak dan cara isolasi skualen dari minyak tersebut.
Bahan baku utama untuk pembuatan skualen adalah hati ikan cucut dari keluarga Squalidae dan ikan cucut ini banyak tersebar merata di seluruh perairan Indonesia. Skualen adalah suatu senyawa kimia banyak terdapat dalam minyak hati ikan cucut botol atau biasa juga disebut ikan cucut yang hidup pada perairan dalam (300 -1000 meter), yaitu pada bagian zat yang tidak dapat disabunkan. Skualen ini merupakan senyawa kimia yang mempunyai nilai ekonomis tinggi karena banyak digunakan sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi (obat-obatan), industri sutera (pengkilap warna), pengolahan karet, bahan pelumas, dan lain-lain. Oleh karena manfaat dari skualen ini sangat banyak, maka minyak hati cucut botol ini menjadi penting dan dibutuhkan tetapi sangat disayangkan kebutuhannya belum dapat dipenuhi oleh usaha penangkapan ikan cucut tersebut dalam negeri. Secara kimia, skualen adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai enam ikatan rangkap. Senyawa ini merupakan cairan jernih yang tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan larut dalam pelarut lemak. Skualen mempunyai titik beku -60°C, titik didih 225°C. indek bias 1.40 – 1.50 dan angka iod 366 – 380.
6. Penanganan Bahan Mentah:
Ikan cucut botol segera setelah ditangkap, diambil hatinya, cuci dengan air laut, kemudian masukkan kedalam kantong plastik. Kantong-kantong plastik itu kemudian dimasukkan kedalam peti berinsulasi dan dies dengan menggunakan es hancuran yang perbandingannya 1 : 1. Pengesan ini dilakukan selama penangkapan hingga saat hati cucut botol tersehut diekstraksi minyaknya.
7. Ekstraksi Minyak
Untuk memperoleh minyak, maka dilakukan ekstraksi dengan mencampur hati cucut botol dengan asam formiat teknis sebanyak 1% dari berat hati cucut botol (proses silase). Setelah 3 hail proses silase, kemudian dilakukan penyaringan hasil silase melalui kain blacu untuk memperoleh minyak kasar. Setelah minyak disimpan pada suhu rendah (sekitar 5°C) selama 24 jam, kemudian dilakukan sentrifuse pada kecepatan putaran 5000 rpm.

8. Peluang Pengembangan
Pasar produk pengolahan minyak ikan berteknologi adalah industri makanan seperti : susu bubuk bayi, biskuit, permen, dan lainnya. Untuk menentukan jumlah permintaan pasar harus diperhitungkan jumlah industri makanan tersebut dan juga jumlah pemakaiannya dari setiap industri tersebut. Dikarenakan penggunaan produk minyak ikan berteknologi belum secara meluas di industri makanan dalam negeri maka perlu pula dilakukan perhitungan peluang pasar di luar negeri terutama regional.
Bahan baku industri minyak ikan adalah minyak ikan dari ikan-ikan pelagis dengan kadar lemak yang tinggi, seperti: lemuru dan lainnya.
Ø  Sumber minyak ikan tersebut dapat dari:
 Hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya
 Hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan
 Hasil samping dari pengolahan ikan kalen
Ketiga sumber pasokan tersebut dapat digunakan namun akan mempengaruhi kepada mutu minyak, harga bahan baku, dan jumlah ketersediaan pasokan. Untuk menanggulangi kemungkinan kekurangan pasokan bahan baku maka perhitungan jumlah ketersediaan pasokan tidak hanya berasal dari domestik tetapi juga berasal dari luar negeri (import).
Dengan terbukanya peluang berusaha dan pemasaran dalam perdagangan bebas maka beberapa produk baik yang sejenis atau substitusi akan dijumpai dengan mudah dipasar baik nasional maupun internasional. Dalam situasi yang demikian maka konsumen akan mempunyai peluang yang sangat luas dan bebas memilih barang yang diinginkan.. Oleh sebab itu nisbah antara harga dan mutu akan sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan agroindustri perikanan. Rendahnya harga yang dipengaruhi oleh tingginya efisiensi akan memberikan peluang konsumen untuk dapat membelinya. Sedangkan tingginya mutu suatu produk akan memberikan jaminan dan keyakinan kepada konsumen untuk mempoleh kepuasan.
Mutu produk industry minyak ikan akan sangat dipengaruhi mutu bahan mentah minyak ikan, penguasaan teknologi emulsifikasi dan enkapsulasi, serta mesin dan peralatan yang digunakan. Ketiga faktor tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan industri minyak ikan guna menghasilkan mutu produk yang dapat bersaing dan diterima konsumen. Disamping itu juga seiring dengan pemenuhan akan food safety dimana produsen dituntut untuk dapat memberikan jaminan mutu (quality assurance) terhadap produk yang diproduksi dan dipasarkan maka industri enkapsulasi minyak ikan harus pula menerapkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan suatu teknik operasional pengawasan mutu yang bertumpu pada upaya pencegahan sejak dini mulai dari produksi bahan baku, transportasi, pengolahan sampai pada distribusi dan pemasarannya.
Bahan Bacaan :
BPS, 2005
DKP, 2006.
Ruins_ketjiL
Annonimous, dan lain-lain