Selasa, 17 Oktober 2017

ARTEMIA SEBAGAI PAKAN ALAMI

ARTEMIA SEBAGAI PAKAN ALAMI
      






Artemia merupakan plankton yang biasa hidup di air yang merupakan zooplankton. Artemia dijadikan sebagai pakan hewan air terutama bagi pembudidaya udang. Artemia ini sangat baik dijadikan sebagai pakan hewan air (udang, bandeng, Gurame, Tawes) karena artemia ini mempunyai kandungan protein yang tinggi yang berguna untuk pertumbuhan terutama untuk pertumbuhan benih/anak ikan maupun udang. Artemia merupakan jenis crustaceae tingkat rendah dari phylum arthropoda yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam-asam amino. Benih ikan dan udang pada stadium awal mempunyai saluran pencernaan yang masih sangat sederhana sehingga memerlukan nutrisi pakan jasad renik yang mengandung nilai gizi tinggi. Selain itu artemia sangat baik untuk pakan ikan hias karena banyak mengandung pigmen warna yang diperlukan untuk variasi dan kecerahan warna pada ikan hias agar lebih menarik.
Artemia dapat hidup di perairan yang bersalinitas tinggi antara 60-300 ppt dan mempunyai toleransi tinggi terhadap oksigen dalam air. Oleh karena itu artemia ini sangat potensial untuk dibudidayakan di tambak- tambak tambak yang bersalinitas tinggi di Indonesia. Budidaya artemia mempunyai prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan. Baik kista maupun biomasanya dapat diolah menjadi produk kering yang memiliki ekonomis tinggi guna mendukung usaha budidaya udang dan ikan.
Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia memiliki nilai gizi yang tinggi, serta ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis larva ikan. Artemia dapat diterapkan di berbagai pembenihan ikan dan udang, baik itu air laut, payau maupun tawar.
Nama Artemia sp. diberikan untuk pertama kali oleh Schlosser yang menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755. Kemudian oleh Linnaeus (1758) melengkapkan nama remik ini menjadi artemia salirw. karena daya toleransinya terhadap salinitas yang amat tinggi. Selain spesies artemia, salimi, ada beberapa spesies yang diberikan nama bagi strain zigogenerik, yaitu bila di dalam populasi bercampur antara spesies berina dan jantan. Nama-nama tersebut di antaranya Artemia tunisiana. Anemia franciscana, Anemia fersimilis, artemia urmiana, dan Anemia monica. Namun demikian, nama Anemia salina atau disingkat artemia saja tetap umum digunakan.
Ada pula populasi artemia yang hanya terdiri atas individu-individu betina saja. Strain artemia demikian dikenal dengan istilah partenogenetik karena berkembangbiak tanpa melalui perkawinan, tetapi artemia betina langsung saja bunting. Untuk strain ini juga hanya digunakan nama genus artemia saja. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah. Dengan demikian, pemakaian istilah artemia tidak memperhatikan jenis kelamin suatu populasi. Sampai saat ini sudah dikenal lebih dari 50 strain artemia. Beberapa di antaranya yang terkenal adalah san francisco bay, sack bay australia, chapin canada, macao, great salt lake, algues masters perancis, china, dan philippina. Pada prinsipnya perbedaan antara satu strain dengan strain lainnya terletak pada daya tetasnya, ukuran nauplius, ketahanan terhadap lingkungan, serta kebutuhan temperatur dan salinitas optimal. Pada kemampuan daya penetasan misalnya pada beberapa strain perlu perlakuan-perlakuan khusus pada kista agar diperoleh embrio yang mampu berkembang dengan hasil yang memuaskan. Perlakukan tersebut misalnya berupa hibernasi (pendinginan) dan pelarutan ke dalam cairan peroksida.
Artemia merupakan salah satu pakan alami yang diberikan pada budidaya udang windu (Penaeus monodon) pada tahap post larva karena memiliki keunggulan antara lain : mudah dibudidayakan, mempunyai kandungan nutrisi yang cukup, mudah beradaptasi dalam berbagai lngkungan. Dalam kondisi lingkungan yang ekstrim, artemia akan membentuk lapisan chorion bagi embrionya dan lapisan chorion dapat semakin tebal apabila kondisi lingkungan semakin ekstrim. Dengan pemberian nutrisi yang cukup bagi induk artemia yang mencukupi kebutuhan tubuh induk dapat menyebabkan pembentukan lapisan chorion menjadi lebih tipis. Dengan lapisan chorion yang semakin tipis maka derajat penetaasan kista artemia dapat lebih tinggi.
Artemia merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak digunakan dalam usaha budidaya udang, khususnya dalam pengelolaan pembenihan. Sebagai makanan hidup, artemia tidak hanya dapat digunakan dalam bentuk nauplius, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Bahkan jika dibandingkan dengan naupliusnya, nilai nutrisi artemia dewasa mempunyai keunggulan, yakni kandungan proteinnya meningkat dari rata-rata 47% pada nauplius menjadi 60% pada artemia dewasa yang telah dikeringkan. Selain itu kualitas protein artemia dewasa juga meningkat, karena lebih kaya akan asam-asam amino essensial. Demikian pula jika dibandingkan dengan makanan udang lainnya, keunggulan artemia dewasa tidak hanya pada nilai nutrisinya, tetapi juga karena mempunyai kerangka luar (eksoskeleton) yang sangat tipis, sehingga dapat dicerna seluruhnya oleh hewan pemangsa. Melihat keunggulan nutrisi artemia dewasa dibandingkan dengan naupliusnya dan juga jenis makanan lainnya, maka artemia dewasa merupakan makanan udang yang sangat baik jika digunakan sebagai makanan hidup maupun sumber protein utama makanan buatan. Untuk itulah kultur massal artemia memegang peranan sangat penting dan dapat dijadikan usaha industri tersendiri dalam kaitannya dengan suplai makanan hidup maupun bahan dasar utama makanan buatan. Sedangkan kelemahan dari artemia adalah cepat mati dalam waktu beberapa jam saja.
Diposkan oleh Munawaroh,S.P.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar