Kamis, 30 November 2017

PRODUK-PRODUK HASIL FERMENTASI IKAN

PRODUK-PRODUK HASIL FERMENTASI IKAN
            Ikan sebagai bahan pangan fungsional mempunyai sifat cepat rusak (highly perishable), untuk memanfaatkan sifat fungsional tersebut manusia telah banyak belajar dengan alam dengan mengolah menjadi beberapa produk olahan  yang mempunyai karakteristik masing-masing. Salah satu proses pengolahan ikan adalah fermentasi, fermentasi didefinisikan sebagai proses pemecahan molekul organik kompleks (seperti protein) menjadi komponen sederhana atau penyusunnya (asam amino) dengan bantuan mikroorganisme. Mikroba yang ditambahkan bersifat antagonis dengan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk yang terdapat pada ikan / bahan yang difermentasikan. Mekanisme bakteri antagonis menghambat bakteri patogen dengan cara :
a.     Persaingan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
b.     Penurunan pH lingkungan sehingga aktivitas metabolisme bakteri pembusuk terganggu.
c.     Produksi hasil metabolit yang bersifat racun bagi bakteri pembusuk.
            Jenis bakteri antagonis yang sering digunakan pada proses fermentasi ikan adalah Lactobacillus plantarum jenis Bakteri Asam Laktat (BAL) dan golongan bakteri Halophili. Berdasarkan penelitian Lee,et al. (2014) produk fermentasi udang (saeu-jeot = Korea) yang difermentasi dengan menambahkan garam + 25 % (w/v) pada masing-masing suhu (100C, 150C, 200C dan 250C) menunjukkan bahwa mikroorganisme awal proses fermentasi didominasi golongan Proteobacteria seperti PseudoalteromonasPhotobacteriumVibrio,Aliivibrio dan Enterovibrio kemudian digantikan dengan golongan Firmicutes(PsychrobacterStaphylococcusSalimicrobium, dan Alkalibacillus) serta golongan Halanaerobium yang bertanggung jawab menghasilkan senyawa karbonil seperti glukosa, gliserol, laktat, asetat, butirat dan metilamine.
            Secara umum karakteristik penting yang harus dimiliki mikroba dalam proses fermentasi adalah :
a.  Mikroba harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan lingkungan yang cocok serta mudah dibudidayakan dalam jumlah besar.
b.  Mempunyai kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis menghadapi kondisi seperti tersebut diatas dan mampu menghasilkan enzim-enzim esensial dengan mudah dan cepat dalam jumlah besar agar kondisi yang diinginkan dapat tercapai.
c.  Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi maksimum secara komparatif harus sederhana.
Perubahan Biokimia yang Terjadi Selama Proses Fermentasi (Xu, W. et al. 2008)
1.  Perubahan pH
     pH pada produk fermentasi ikan dijadikan indikator untuk daya awet produk. Perubahan pH disebabkan oleh produksi asam dan alkalin Volatil Base Nitrogen (VBN) oleh aktifitas bakteri. pH juga berperan menghasilkan rasa asam pada produk akhir fermentasi.
2.  Perubahan Formaldehide Nitrogen
     Formaldehide nitrogen digunakan sebagai indek untuk mengklasifikasikan kualitas kecap ikan, senyawa ini memegang peran penting sebagai indikator derajat penuaan (aging) atau putrefaction dan pembentukan rasa yang optimum. Peningkatan formaldehide nitrogen selama proses fermentasi berlangsung disebabkan karena senyawa protein terhidrolisa secara bertahap oleh aktifitas bakteri proteolitik atau enzim proteinase yang terdapat pada tubuh ikan.
3.  Perubahan Total Volatile Base Nitrogen (TVB-N) dan Kadar Garam
     TVBN mengalami peningkatan karena proses autolisis yang terjadi selama proses fermentasi. Garam pada proses fermentasi memegang peran penting karena dapat memberikan citarasa dan aroma padaproduk fermentasi yang dihasilkan, meningkatkan laju perombakan protein, meningkatkan nilai nutrisi produk fermentasi, dan sebagai akselerator proses fermentasi. Akan tetapi kadar garam yang berlebihan pada proses fermentasi justru akan memperlambat proses enzimatik dan juga menyebabkan daging ikan menjadikeras karena pengaruh tekanan osmotik yang semakin tinggi.
4.  Asam Amino
     Asam amino terbentuk karena proses autolisis pemecahan protein menjadi komponen sederhana yaitu peptida maupun asam amino. Asam amino glutamat, aspartat, sistein, leusin dan alanin adalah asam amino yang dominan pada kecap ikan. Asam amino memberikan rasa dan aroma khas produk fermentasi, seperti glutamat memberikan aroma khas daging; glisin, alanin, serin dan threonin memberikan rasa manis pada produk.
Produk hasil fermentasi mempunyai ciri yang berbeda dengan produk olahan ikan lainnya seperti : aroma (flavour) khas yang sangat kuat dari produk, bentuk yang sedikit berbeda dengan bahan baku awalnya (pasta) hingga ke bentuk yang berbeda dengan aslinya (kecap ikan), nilai nutrisi dan biological availability meningkat serta menurunnya zat anti nutrisi. Berikut beberapa produk fermentasi ikan di Indonesia :
1.      Terasi



Terasi merupakan produk fermentasi ikan atau udang (rebon) dalam bentuk pasta. Terasi sangat populer dimasyarakat Indonesia maupun Asia Tenggara karena digunakan sebagai bumbu atau pelengkap masakan masyarakat Indonesia maupun Asia Tenggara. Kandungan gisi terasi untuk terasi dari udang adalah 27 - 30%, kadar air 50 – 70%, dan garam 15 – 20%, sedangkan terasi dari ikan adalah 20 – 45%, kadar air 35 – 50% dan garam 10 – 25%. Mikroba yang terdapat pada terasi adalah MicrococcusAerococcus, Cornyebacterium, Flavobacetrium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan Acinetobacter dan beberapa jenis kapang. Selama fermentasi berlangsung terjadi perombakan protein menjadi senyawa sederhana seperti protease, pepton, peptida dan asam amino.
2.      Kecap Ikan
Produk fermentasi ikan yang berbentu cair, beda dengan kecap yang dihasilkan dari kedelai. Kecap ikan berwarna jernih kekuningan hingga coklat muda dengan rasa yang asin relatifkuat dan bau khas ikan. Pembuatan kecap ikan dengan cara menambahkan garam pada ikan kemudian difermentasikan dalam wadah tertutp selama beberapa minggu bahkan bulan, dari hasil fermentasi ini terbentuk cairan dan cairan inilah yang disebut kecap ikan. Mikroba yang terdapat pada kecapikan adalah bakteri dari golongan HalobacteriumAspergilus fumigatusPenicillium notatumMicrococcus varians dan Micrococcus saprophyticus.
3.      Peda


Produk fermentasi ikan (biasanya berkadar lemak tinggi seperti ikan Kembung, ikan Layang, ikan Selar, ikan Mas dan ikan Mujahir) yang difermentasikan dengan penambahan garam (20 – 25%) dalam wadah yang tertutup selama 1-2 hari dan dilanjutkan proses fermentasi selama 1 minggu atau bahkan satu bulan tergantung dari citarasa yang diinginkan. Produk ikan peda memiliki karakteristik daging berwarna kemerahan segar, tekstur daging sedikit keras namun liat. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi peda dari jenisHalobacterium, Acinetobacter, Flavobacterium, Cytophaga, Micrococcus, dan Corynebacterium. Selama proses fermentasi berlangsung terjadi perubahan penurunan kadar air akibat perlakuan garam yang diberikan sehingga didapatkan tekstur ikan peda sedikit keras namun liat. Terbentuk citarasa dan aroma khas produk yang terbentuk dari proses perombakan senyawa protein dan lemak menjadi senyawa metil keton dan butil aldehid. Kandungan gisi ikan peda adalah Kadar protein 20-22%, kadar lemak 7-14 % dan kadar NaCl 15-17%. Ikan peda biasanya dikonsumsi oleh masyarakat menjadi pepes, sayur oseng, maupun beberapa masakan khas lainnya sesuai daerah masing-masing.
4.      Picungan
Produk khas provinsi Banten (Kab. Pandeglang, Kab. Labuhan dan Kab. Lebak) berupa fermentasi ikan menggunakan buah picung (Pangium edule). Ikan yang biasa diolah adalah ikan Layang, ikan Kembung, Teri, ikan Layur, ikan Tiga Waja, ikan Pari dan ikan Cucut. Biji picung yang digunakan sebaiknya masih mentah, biji picung menjadi sumber karbohidrat yang akan dirombak oleh bakteri asam laktat. Asam sianida yang terkandung pada biji picung berasal dari senyawa giniokardin glukosa. Proses pembuatannya cukup sederhana, ikan yang telah dicuci disiangi, dipotong-potong (ikan ukuran besar) atau utuh sesuai dengan yang diinginkan, kemudian dicampur picung dan garam dengan perbandingan ikan : picung : garam (4 : 2 : 1) dan disusun dalam keranjang yang telah dilapisi daun pisang, difermentasikan selama (2-7 hari). Picungan biasanya dikonsumsi dengan cara digoreng, dipepes maupun dimasak sesuai selera yang diinginkan. Nilai gisi yang dihasilkan (kadar air 64-66%, kadar protein 20-22%, kadar lemak 2-3%, kadar abu 4-6% dan pH 5,26) (BBRP2BKP). Penelitian Irianto (2003), menunjukkan bahwa jenis mikroba yang terdapat pada picungan adalah bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus dan Lactobacillus murinus.
5.      Bekasam
Bekasam merupakan produk hasil fermentasi ikan yang diproses dengan menambahkan sumber karbohidrat (biasanya nasi atau beras ketan yang telah ditambahkan ragi tape) yang nantinya dirombak menjadi gula sederhana, alkohol dan asam yang berperan menciptakan rasa dan aroma yang khas. Jenis ikan yang digunakan dapat bervariasi tetapi kebanyakan yang digunakan jenis ikan air tawar seperti ikan Lele, ikan Mas, ikan Nila, ikan Mujahir, dan ikan Wader. Proses pembuatannya seperti berikut : ikan dicuci dan disiangi, dibelah menjadi kupu-kupu, direndam dalam larutan garam (10-16%) selama + 2 hari kemudian difermentasikan dengan nasi (25-50% dari berat ikan) dalam kondisi anaerob selama 1 minggu atau lebih. Bakteri yang terdapat pada bekasam dari jenisLactobacillus coryneformis dan Lactobacillus spp. Komposisi gisi bekasem yang dihasilkan adalah kadar air (55-68%), kadar protein (4-7%), kadar lemak (5-6%), kadar abu (6-8%) dan pH berkisar antara 4,5 – 4,9 (BBRP2BKP).
6.      Cincalok
Cincalok merupakan produk fermentasi ikan berukuran kecil asal daerah Bengkalis Prov Riau, Melayu (Penang, Malaysia), Pontianak (mencalok), dan Bangka (rusip). Proses pengolahan ampir sama dengan bekasam yaitu difermentasi dengan nasi / tepung tapioka, garam dan sedikit gula. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi cincalok adalah Lactobacillus coryneformis, Pediococcus damnosus, dan Pediococcus sp (Sugiyono et al, 1991). Kandungan gisi cincalok meliputi kadar protein 16,23%, kadar lemak 1,57%, kadar abu 12,43% dan pH 4,82.
7.      Naniura
Produk fermentasi ikan asal Batak Toba, Sumatera Utara. Bahan mentah yang biasanya digunakan adalah ikan Mas, ikan Gabus. Pengolahan Naniura dengan cara ikan disiangi dan dicuci bersih direndam dalam air jeruknipis selama + 3 jam atau dalam asam asetat kemudian difermentasikan dengan beras dalam wadah tertutup. (BBRP2BKP).
8.      Pudu
Pudu merupakan produk fermentasi ikan biasanya ikan tawar (ikan Mas atau ikan Mujahir) asal Kep. Riau. Proses pengolahannyahampir sama dengan produk fermentasi ikan lainnya yaitu : ikan disiangi dan dicuci bersih kemudian ditambahkan garam 20%, nasi 5%, asam kandis dan air secukupnya kemudian dimasukkan dalam botolyang tertutup rapat untuk berlangsunya proses fermentasi kurang lebih selama 2-3 hari. Kandungan gisi yang dihasilkan meliputi kadar protein 13-15% dan kadar lemak 1%, (BBRP2BKP).
Sumber : Yanuar Prasetyo
Daftar Pustaka
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Irianto, H.E., Indriati, N., Amini, S. dan Sugiyono. 2003. Study on the processing of picungan, a traditional fermented fish product from Banten. Di dalamProceeding of the JSPS – DGHE International workshop on processing technology of fisheries products. Semarang, 25 – 26 August 2003 (Ibrahim, R. et al. eds.). pp. 139 – 144.
Lee, Se Hee., Jung, Ji Young., Jeon, Che Ok. 2014. Effects of Temperature on Microbial 
           Succession  andMetabolite Change During Saeu-Jeot Fermentation. Food Microbiology 
           38 (2014) 16-25.
Xu, Wei., Gang Yu., Xue Changhu., Xue Yong., Ren Yan. 2008. Biochemical Changes 
         Associated With Fast Fermentation of Squid Processing by – products for Low Salt  Fish Sauce.
         Food Chemistry 107 (2008) 1597 – 1604.
Diposkan oleh Munawaroh,SP.

Rabu, 29 November 2017

Manfaat Mengkonsumsi Ikan dari Perairan Laut Dalam

Manfaat Mengkonsumsi Ikan dari Perairan Laut Dalam
Tak hanya lezat dan relatif murah, ikan mengandung hampir semua zat makanan yang sangat berguna. Khasiatnya luar biasa, di antaranya memperkecil risiko terkena serangan jantung dan meningkatkan kecerdasan.

Tak dapat disangkal lagi berjenis-jenis ikan telah dikonsumsi manusia semenjak ratusan tahun silam, tak peduli kandungan gizi yang ada di dalamnya. Tapi alasan untuk mengkonsumsi ikan berubah total pada dasawarsa 1950-an, setelah para ahli epidemiologi menyimpulkan, orang-orang Eskimo secara kuantitatif terbukti terkena serangan jantung lebih rendah dibandingkan dengan orang Amerika.

Kesimpulan itu dikeluarkan untuk menjawab pertanyaan mengapa orang Amerika banyak yang terkena serangan jantung, sebaliknya orang-orang Eskimo di Greenland tidak. Setelah diselidiki lebih dalam, ternyata orang Eskimo yang tinggal di Kutub Utara itu mengkonsumsi ikan dalam jumlah yang relatif banyak. Sementara masyarakat Eskimo yang tinggal di Denmark yang mengikuti kebiasaan makan orang Denmark, prevalensi serangan jantung sama dengan masyarakat pada umumnya. Kesimpulan di atas memberi penjelasan, pola makan sangat berpengaruh pada risiko terkena serangan jantung.

Di Norwegia dan Jepang yang sebagian besar warganya juga mengkonsumsi ikan, prevalensi serangan jantung menjadi rendah. Bahkan di negeri Sakura, hasil laut rasa-rasanya tidak terpisahkan dari menu sehari-hari. Mereka rata-rata mengkonsumsi hasil laut 35 kg/kapita/tahun. Termasuk udang, cumi-cumi, kerang, tumbuhan laut, dan lain-lain. Dari studi lanjutan para ilmuwan mendapati bukti ikan laut banyak mengandung lemak tak jenuh tinggi omega-3.

Sesudah penemuan itu dipublikasikan secara luas, nama omega-3 pun melambung tinggi. Berbagai jenis ikan yang dipercaya banyak mengandung omega-3 dicari untuk dikonsumsi. Kini tak sebuah pasar swalayan pun yang tidak menjual ikan laut.

Lemuru Kaya Omega-3
Dr. Fadilah Supari dalam disertasinya Diet Suplementasi Ikan Lemuru Menurunkan Produksi Anion Superoksida pada Injuri Reperfusi di FKUI, pada 6 Maret 1996 menyimpulkan, minyak ikan lemuru yang kaya omega-3, dalam jumlah optimal bisa menurunkan kadar superoksida yang sangat merusak.
Superoksida yang terbentuk, bila terjadi serangan jantung, mengandung suatu radikal bebas oksigen anion superoksida yang sangat reaktif. Radikal bebas ini akan memicu pembentukan radikal bebas lain seperti hidroksil radikal dan hidrogen peroksida yang sangat beracun dan merusak sel-sel otot jantung.

Menurut ahli jantung kelahiran Solo, 6 November 1950, ini, omega-3 yang banyak terdapat di ikan-ikan laut dalam tidak hanya memperkuat daya tahan otot jantung, tetapi juga bisa meningkatkan kecerdasan otak bila diberikan sejak dini, melenturkan pembuluh darah, menurunkan kadar trigliserida, dan mencegah penggumpalan darah.

Berdasarkan penelitiannya, ikan lemuru (Sardinella longiceph) merupakan ikan yang paling banyak mengandung omega-3. Masyarakat Banyuwangi yang banyak mengkonsumsi ikan ini, rata-rata bebas dari penyakit darah tinggi. Bagi masyarakat yang ingin mengkonsumsi ikan lemuru untuk meningkatkan kadar omega-3 dalam darah, Fadilah menganjurkan untuk memasaknya dengan di tim.“Jangan digoreng, karena omega-3 mudah menguap bila terkena panas.”

Lalu berapa banyak yang harus dikonsumsi? Fadilah yang juga ahli jantung Rumah Sakit Harapan Kita menyarankan agar masyarakat setidaknya menyantap ikan laut seminggu dua kali. Sementara itu dari penelitian terhadap 6.000 laki-laki di AS berusia 50-an tahun terungkap, mereka yang mengkonsumsi lemak ikan makarel 30 g/hari atau ikan bass (sejenis bandeng) 85 g/hari memiliki kemungkinan meninggal karena penyakit jantung 36% lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi ikan dari jumlah itu.
Sementara Michael L. Burr, M.D. dkk. setelah melakukan studi terkontrol terhadap 2.033 orang di Wales menyimpulkan, mengkonsumsi ikan dapat mengurangi peluang terkena serangan jantung untuk kedua kalinya sebesar 29%.

Omega-3 termasuk dalam asam lemak tak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid, PUFA). PUFA dibagi menjadi dua grup penting yakni asam lemak omega-3 dan asam lemak omega-6. Contoh asam lemak omega-3 ialah asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA). EPA dan DHA dikenal sebagai asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap pada atom C ketiga. Karena ikatan rangkap pada atom C ketiga, maka disebut omega-3. Contoh asam lemak omega-6 ialah asam linoleat dan asam arakhidonat. Omega-3 berasal dari beragam jenis ikan semisal lemuru, tuna, cakalang, kembung, makarel, herring, salem, kembung, bonito, dsb. Semua jenis ikan ini hidup di air permukaan.
Dalam pandangan Dr. Iwan T. Budiarso, DVM, M.Sc., pemerhati makanan sehat, secara umum daging ikan dianggap lebih baik dari daging sapi yang merah. Kendati antara daging dan ikan kandungan gizi dan proteinnya relatif sama, tetapi ikan unggul dalam kandungan omega-3 dan omega-6. Menurut Iwan, omega-3 bisa melarutkan kandungan kolesterol yang tinggi di dalam tubuh. Kolesterol adalah jenis lemak yang sebagian besar dibentuk di dalam hati dan dapat ditemukan dalam beragam makanan.

Kolesterol dibutuhkan tubuh dalam jumlah tertentu untuk membentuk asam empedu, hormon, vitamin D, dan dinding sel. Tapi kolesterol yang berlebihan akan mengendap pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan arteriosklerosis. Pengendapan ini membuat dinding arteri menebal. Hal ini akan memblokade dan mengurangi diameter arteri sehingga darah platelets (sel darah yang mengontrol penggumpalan) menempel pada dinding arteri dan bisa memacetkan urat nadi, atau trombosis.

Tergantung sampai sejauh mana pembuluh darah arteri sudah terkena, gangguan ini bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung. Menurut Iwan, dengan mengkonsumsi ikan yang kaya omega-3, kadar kolesterol dalam darah akan turun. Akibatnya, molekul-molekul kolesterol dalam sel makrosa akan terurai dan pembuluh darah kembali normal.
Khasiat ikan yang tinggi tak selalu dibarengi dengan harga yang mahal.
Berikut beberapa contoh jenis ikan yang kaya omega-3:
- Lemuru (Sardinella longiceps)
  Jenis ini hidup di perairan pantai, lepas pantai, dan laut dalam. Makanan utamanya plankton. Dapat mencapai panjang 20 cm, tapi biasanya 10 – 15 cm. Tubuhnya berwarna biru kehijauan di bagian atas, putih perak pada bagian bawah. Konsentrasi terbesar terdapat di Selat Bali dan sekitarnya, termasuk selatan Sumbawa dan timur Sumba, dan Kalimantan Utara. Ikan yang oleh orang Madura disebut soroi ini dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, kalengan, asin rebus (pindang).

- Tuna (Thunnus obesus)
  Jenis ikan yang di Indonesia Timur sering disebut tuna mata besar ini hidup di perairan lepas pantai mulai dari permukaan sampai kedalaman 250 m. Panjangnya bisa mencapai 236 cm, umumnya 60 – 180 cm. Ikan berbadan memanjang dan langsing ini tergolong buas, karnivor, dan predator. Dipasarkan dalam bentuk segar yang dibekukan, harganya terbilang agak mahal. Wilayah penyebarannya terutama di Laut Banda, Maluku, Flores, Sulawesi, Samudera Hindia, dan utara Irian Jaya.
  Ada enam spesies ikan tuna yang besar di dunia yakni albakora, tuna sirip kuning, tuna sirip hitam, tuna mata besar, tuna sirip biru, dan tuna ekor panjang.
Tuna sirip biru dari Laut Tengah dan Samudera Atlantik, sering hanya disebut tunny, dan merupakan spesies besar yang mencapai panjang 4,3 m dan bisa berbobot 816 kg. Sementara tuna sirip kuning adalah spesies besar yang mencapai panjang 2,4 m dan dapat mencapai panjang 2,4 m serta berat 204 kg. Tetapi tuna ekor panjang berukuran agak kecil, beratnya sekitar 13,4 kg.

- Tenggiri (Scomberomorus commerson)
  Termasuk ikan buas, predator, karnivor. Menyukai ikan-ikan kecil (sardin, tembang, teri), dan cumi-cumi. Hidupnya menyendiri di perairan pantai atau lepas pantai. Dapat mencapai panjang 200 cm, umumnya 60 – 90 cm. Penyebarannya seluruh perairan Indonesia. Dipasarkan dalam bentuk segar dan asin setengah kering.

- Ikan herring (haring)
  Ikan ini merupakan famili penting yang tersebar luas di seluruh dunia. Dalam kelompok ini ada sekitar 200 spesies. Ikan haring spesies Clupea harengus adalah anggota paling terkenal dari famili ini. Ia berbadan silindris dan perutnya agak licin. Panjangnya dapat mencapai 43 cm, tetapi biasanya cuma 30 cm. Jenis ini suka berkelompok dan berkumpul dalam jumlah yang luar biasa besar untuk mencari makan atau untuk bertelur pada saat-saat tertentu dalam setahun.

Produk ikan haring yang paling terkenal disebut kipper yang pertama kali dibuat pada tahun 1843 oleh John Woodger dari Newcastle-upon-Tyne, Inggris. Ikan ini diiris lewat punggungnya, isi perut dibuang dan sesudah direndam selama setengah jam dalam larutan garam 80%, ikan tersebut lalu digantung di dalam tempat pembakaran di atas api kayu keras selama 6 – 18 jam. Ikan haring itu tergolong ikan yang berminyak karena itu mudah rusak. Kini tinggal kita apakah mau memanfaatkan ikan yang kaya gizi itu?

Diposkan oleh Munawaroh,SP.

Selasa, 28 November 2017

Pengendalian Beberapa Penyakit Ikan Air Tawar

Pengendalian Beberapa Penyakit Ikan Air Tawar

PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN AIR TAWAR

Salah satu kendala bagi ikan air tawar adalah adanya penyakit ikan yang dapat disebabkan oleh penyebab infektif (parasit, jamur, bakteri, virus) maupun non infektif (kualitas air, kandungan gizi pakan, genetik dan lain-lain).
Penyakit tersebut dapat dikendalikan melalui tindakan preventif (pencegahan) maupun kuratif (pengobatan) dengan harapan didapatkan ikan yang sehat sehingga menunjang keberhasilan budidaya ikan. Secara umum tindakan preventif terhadap penyakit dapat dilakukan dengan cara melakukan pengolahan budidaya ikan secara baik, seperti :

a. Melakukan persiapan kolam dengan baik dan tepat yaitu pengeringan kolam, pengapuran dan pemupukan.
b. Melakukan pencucian akuarium atau bak yang akan dipakai dengan menggunakan desinfektan.
c. Padat penebaran optimal
d. Melakukan penanganan ikan secara baik pada saat penebaran maupun panen sehingga tidak menimbulkan luka yang dapat menyebabkan infeksi
e. Mencegah agar tidak terjadi kontak langsung antara ikan sakit dan sehat dengan cara mengisolasi ikan yang terserang penyakit
f. Mencegah penularan yang dapat terjadi melalui peralatan yang dipakai, wadah maupun air media pemeliharaan
g. Menjaga agar kualitas air media tetap pada kondisi optimal
h. Menjaga kualitas pakan agar tetap baik dan cukup dalam jumlah pakan yang diberikan

Berikut ini diuraikan berapa jenis penyakit dengan penyebabnya serta cara pengobatannya.

1) Trichodiniasis
Organisme penyebab : Trichodina sp.
 Penyakit ini menyerang hampir semua jenis ikan air tawar, terutama pada ukuran benih termasuk berudu kodok lembu dan menempel di bagian kulit, sirip dan insang ikan serta dapat menyebabkan iritasi di bagian tubuh tersebut.
Gejala Klinis
 Seringkali tanpa memperlihatkan tanda klinis. Kadang-kadang terjadi kerusakan pada kulit dan sirip disertai infeksi sekunder.
Pengobatan :
 Pengobatan penyakit ini dapat dilakukan dengan formalin 25 ppm dan NaCl 500 ppm

2) Ichthyophthiriasis
Organisme penyebab :. Ichthyophthiris multifillis
 Parasit ini dapat menyerang hampir semua jenis ikan, terutama benih dan menyerang organ permukaan dan insang.
 Dikenal dengan istilah “White Spot” (bintik putih)
Gejala Klinis
 Pada ikan yang terinfeksi terdapat bintik putih pada permukaaan tubuh dan sirip.
 Mengalami infeksi pada bagian tubuh yang terinfeksi
 Nafsu makan berkurang
Pengobatan :
 Penyakit ini dapat diobati dengan menggunakan formalin 25 ppm + malachite green 0,1 ppm dan NaCl 2500 ppm.

3) Chilodinellasis
Organisme penyebab :. Chilodinella spp
 Parasit ini dapat menyerang semua jenis ikan air tawar, yaitu pada permukaan tubuh dan insang dan dapat menimbulkan irirtasi pada organ yang diserang tersebut.
Gejala Klinis
 Tidak ada tanda klinis yang spesifik.
 Ikan terlihat lemas dan tidak mau makan
 Lendir berlebihan
 Pendarahan dan terjadi kerusakan pada insang.
Pengobtan :
 Penyakit ini dapat diobati dengan menggunakan formalin 150 - 250 ppm selama ½ jam, Kmno4 10 ppm selama ½ jam dan CuSO4 500 ppm selama 1 menit.

4) Infeksi Epistylis
Organisme penyebab :. Epistylis spp
 Organisme ini dapat menyerang ikan air tawar, terutama ikan Mas, Nila, Udang Galah dan beberapa jenis ikan hias.
Gejala Klinis
 Pada beberapa jenis ikan hias yang terinfeksi terlihat bintik putih seperti kapas pada permukaaan tubuh disertai pendarahan.
 Nafsu makan berkurang.
 Gerak lambat.

Pengobatan :
 Penyakit ini dapat diobati dengan menggunakan NaCl 30.000 ppm 5 – 10 menit, dan perendaman formalin 25 – 40 ppm selama 24 jam yang diulangi sampai 5 – 7 hari.

5) Infeksi Zoothamnium
Organisme penyebab :. Zoothanium sp
 Parasit ini pada ikan air tawar, terutama menyerang Udang Galah, pada organ insang dan karapas.
Gejala Klinis
 Udang yang terinfeksi memperlihatkan gejala otot tubuh yang buram, bagian dorsal abdomen sedikit membengkak.

Pengobatan :
 Pengobatan penyakit ini adalah dengan menggunakan formalin 50 - 100 ppm selama 30 menit.
 Pencegahannya dengan cara menghilangkan detritis seperti sisa penetasan Kiste Artemia.

6) Oodiniasis
Organisme penyebab :. Oodinium sp
 Parasit ini menyerang benih ikan air tawar terutama ikan Mas,Nila, Gurame dan ikan hias.
 Dikenal dengan nama “Velvet disease”
Gejala Klinis
 Pada ikan yang terinfeksi terjadi kerusakan kulit/kulit terlepas kadang disertai pendarahan.
 Kehilangan warna tubuh.
 Kesukaran bernafas.
Pengobatan :
 Pengobatan penyakit ini dilakukan dengan menggunakan Methylene Blue 2 - 6 ppm selama 3 – 5 hari., CuSO4 5 – 10 ppm selama 5 menit.

7) Infeksi Myxosporea
Organisme penyebab :. Myxobolus koi, Myxobolus artus
 Parasit ini menyerang ikan air tawar, terutama ikan Mas dan Tawes, Myxobolus koi menyerang insang dan Myxobolus artus menyerang jaringan daging.
Gejala Klinis
 Pada insang maupun daging terlihat bintik (benjolan) putih. Bintik tersebut merupakan cyste dari organisme ini.
 Ikan yang terinfeksi biasanya tidak tumbuh/berkembang menjadi dewasa.
Pengobatan :
 Sampai sejauh ini belum ditemukan obat yang cocok, sehingga usaha yang dilakukan adalah mengadakan seleksi ketat agar ikan yang terinfeksi tidak menyebar ke tempat lain, dan mencegah dengan pengapuran pada saat persiapan kolam sebanyak 25 – 50 kg/m2.

8) Infeksi Cacing Monogenea
Organisme penyebab :. Daclylogynus sp dan
Gyrodaclylus sp
 Penyakit ini menyerang permukaan tubuh dan insang ikan air tawar terutama ikan Mas, Nila, Lele dan ikan hias.
Gejala Klinis
 Pada permukaan tubuh ikan yang terserang terdapat bintik putih seperti kapas disertai pendarahan
 Ikan Lele yang terserang pada insangnya seringkali menggantung di bawah permukaan air.
Pengobatan :
 Ikan yang terserang dapat diobati dengan menggunakan Garam NaCl 2500 ppm, atau formalin 25 - 40 ppm selama 24 jam, dan diulang beberapa kali.

9) Infeksi Jamur
Organisme penyebab :.
 Jamur biasanya merupakan infeksi sekunder setelah terjadi luka akibat penanganan maupun serangan prasit lain pada permukaan tubuh ikan budidaya.
 Dapat juga menempel pada telur ikan dan cepat sekali menyebar.
Gejala Klinis
 Ikan yang terinfeksi jamur ini terlihat benang-benang putih atau coklat yang tumbuh pada permukaan tubuh.
Pengobatan :
 Salah satu bahan yang paling efektif untuk pengobatan adalah Malchile green 5 mg/l yang direndan selama 1 jam.

10) Infeksi Aeromonas
Organisme penyebab :. Aeromonas hydrophilla
 Organisme ini merupakan salah satu bakteri golongan phatogen gram negatif yang menyerang jenis ikan air tawar baik ikan budidaya maupun ikan hias.
 Biasanya serangannya bersama-sama dengan bakteri lain misalnya Pseudomonas.
Gejala Klinis
 Bakteri ini menginfeksi ikan terutama dengan tanda-tanda borok yang kadang disertai nanah, dan terjadi kerusakan jaringan.
 Bercak merah pada permukaan tubuh.
 Tidak ada nafsu makan.
Pengobatan :
 Pengobatannya dilakukan dengan perendaman menggunakan Oxytetracycline 10 ppm dan melalui pakan ikan sebanyak 25 mg/kg selama 7 – 10 hari.

Pada pengendalian penyakit ikan air tawar, yang terpenting adalah menjaga jangan sampai ikan tersebut terserang penyakit dan pemantauan terhadap kesehatan perlu dilakukan secara kontinyu sehingga pengobatan dapat dilakukan sedini mungkin.

Sumber :http://budibungo.blogspot.co.id/
Diposkan oleh Munawaroh,SP.

Senin, 27 November 2017

PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM PERIKANAN

PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM PERIKANAN

PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN UMKM PERIKANAN

PENYULUHAN PERIKANAN adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (PermenPAN Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008).
Tujuan Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan adalah Pemberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta pendampingan dan fasilitasi dalam pengembangan bisnis perikanan.
Naiknya harga berbagai macam kebutuhan pokok seiring dengan dampak krisis global yang terjadi sejak akhir tahun 2008, dapat berdampak pada naiknya jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Hal tersebut dapat secara langsung maupun tidak langsung terhadap pelaku utama dan pelaku usaha perikanan.
Pendapatan dan produktifitas usaha sebagian besar pelaku utama perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan beserta keluarga intinya) masih rendah, sehingga perlu adanya fasilitasi untuk penumbuhkembangan bisnis perikanan dalam mendukung usaha atas kemampuan sendiri (kemandirian progresif).
Pelaku utama dan pelaku usaha perikanan memerlukan bimbingan dan pembinaan secara berkelanjutan, salah satu bentuk kegiatannya adalah melalui penyuluhan perikanan.
Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah dengan pemberian akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Perlu kita sadari bahwa kontribusi UMKM dalam PDB semakin besar, namun hambatan yang dihadapinya besar pula, diantaranya kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi UMKM khususnya pelaku usaha mikro dan kecil, terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang (rentenir) hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain (Wirjo, 2005).
Apabila dilihat dari berbagai peraturan pemerintah UMKM dapat dicirikan sebagai berikut:
1. Usaha Mikro
Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
2. Usaha Kecil
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3. Usaha Menengah
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp.10.000.000.000,00, (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :
a. Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang;
b. Tidak sensitive terhadap suku bunga;
c. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter;
d. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri.
Untuk mendorong usaha mikro ini memang disadari bahwa modal bukan satu-satunya pemecahan, tetapi tetap saja bahwa ketersediaan permodalan yang secara mudah dapat dijangkau mereka sangat vital, karena pada dasarnya kelompok inilah yang selalu menjadi korban eksploitasi oleh pelepas uang. Salah satu sebabnya adalah ketiadaan pasar keuangan yang sehat bagi masyarakat lapisan bawah ini, sehingga setiap upaya untuk mendorong produktivitas oleh kelompok ini, nilai tambahnya terbang dan dinikmati para pelepas uang. Adanya pasar keuangan yang sehat tidak terlepas dari keberadaan Lembaga Keuangan yang hadir ditengah masyarakat.
Lingkaran setan yang melahirkan jebakan ketidak berdayaan inilah yang menjadikan alasan penting mengapa lembaga keuangan mikro yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro menempati tempat yang sangat strategis. Oleh karena itu kita perlu memahami secara baik berbagai aspek lembaga keuangan mikro dengan segmen-segmen pasar yang masih sangat beragam disamping juga masing-masing terkotak-kotak.

Gambar 1. Problem dan Solusi Pengembangan UMKM
Usaha mikro sering digambarkan sebagai kelompok yang kemampuan permodalan usahanya rendah. Rendahnya akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal, sehingga sampai dengan akhir tahun 2007 hanya 12 % UMKM akses terhadap kredit bank karena :
a. Produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi UMKM;
b. Adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit UMKM;
c. Biaya transaksi kredit UMKM relatif tinggi;
d. Persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan, proposal);
e. Terbatasnya akses UMKM terhadap pembiayaan equity;
f. Monitoring dan koleksi kredit UMKM tidak efisien;
g. Bantuan teknis belum efektif dan masih harus disediakan oleh bank sendiri sehingga biaya pelayanan UMKM mahal;
h. Bank pada umumnya belum terbiasa dengan pembiayaan kepada UMKM.
Secara singkat kredit perbankan diselenggarakan atas pertimbangan komersial membuat UKM sulit memenuhi persyaratan teknis perbankan, terutama soal agunan dan persyaratan administratif lainnya (http://one.indoskripsi.com/content/lembaga-keuangan-mikro,Posted January 15th, 2008 by fan_dunk).
Menurut Wirjo (2005), Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai intermediasi dalam aktifitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik, maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi disini tidak membedakan antara usaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan, termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin.
Pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari pemerintah misalnya, program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana, maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman dalam bentuk micro credit.
Secara hipotesis, kaitan antara pemberdayaan kredit mikro dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan terentaskan karena menjadi pengusaha atau karena trickle down effect dari semakin banyaknya pengusaha mikro (Wirjo, 2005).

Akses kredit pada LKM maupun perbankan hanya dapat dilakukan oleh pelaku utama atau kelompok pelaku utama yang dapat memenuhi prinsip-prinsip perkreditan (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of social, economy and environment, and Constraint), sehingga diperlukan penambahan penambahan kompetensi/kemampuan pelaku utama sebagai anggota kelompok melalui kegiatan penyuluhan perikanan.

Kamis, 23 November 2017

POTENSI DAN DISTRIBUSI IKAN BANDENG

POTENSI DAN DISTRIBUSI IKAN BANDENG


POTENSI DAN DISTRIBUSI IKAN BANDENG

Potensi budi daya bandeng di Indonesia masih sangat luas. Jika melihat luas area hutan mangrove yang ada, luasan yang dapat digunakan untuk kegiatan budi daya tambak bandeng diperkirakan ada sekitar 1.224.000 ha. Dari jumlah tersebut, sekitar 453.000 ha telah dijadikan lahan tambak untuk budi daya bandeng dan udang (Dirjen PerikananBudi daya, 2008). Selama periode 2002—2007, area tambak bandeng dilaporkan bertambah dengan laju 5% per tahun. Pada periode tahun yang sama, produksi bandeng juga telah mengalami kenaikan sebesar 3,7% per tahun. Hal itu dapat dilihat pada Tabel 1.
Produksi dan Distribusi Pertambakan Bandeng
Distribusi luas lahan pertambakan sebagian besar terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan (93.960 ha), Jawa Barat (53.640 ha), Kalimantan Timur (51.960 ha), Jawa Timur (51.610 ha), Nanggroe Aceh Darussalam (34.080 ha), Jawa Tengah (32.680 ha), Sumatera Selatan (28.900 ha), dan Lampung (21.600 ha).
Pada akhir tahun 1980-an, untuk pertama kalinya pembenihan bandeng telah berhasil dilakukan oleh salah satu instansi pemerintah yang berlokasi di Gondol–Bali. Oleh karena bandeng sudah bisa dihasilkan dari pembenihan, saat ini sudah banyak berdiri hatchery yang khusus menghasilkan benih bandeng. Dengan demikian, sebagian besar benih bandeng tidak lagi diperoleh dari alam. Selain itu, efisiensi budi daya juga menjadi tuntutan utama sebagai upaya peningkatan produktivitas tambak yang tentunya bisa meningkatkan pendapatan petambak. (Sumber: Buku Panen Bandeng 50 Hari).
Bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau (tambak) yang sekaligus juga merupakan bahan konsumsi masyarakat luas, sehingga mempunyai prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan di Indonesia. Bandeng mempunyai toleransi salinitas yang tinggi (euryhalien) sehingga dapat dibudidayakan ditambak yang berair payau. Sifat euryhalien ini memungkinkan daerah pemeliharaannya tidak terbatas pada tambak pantai (tambak yang berjarak 0,5-1 km dari garis pantai), tetapi juga dapat dibudidayakan di tambak darat (tambak yang berjarak lebih dari 1,5 km dari garis pantai yang mana salinitasnya lebih rendah dari tambak pantai. Selain bersifat euryhalien, ikan bandeng juga tahan terhadap temperatur yang tinggi sehingga coook di budidayakan di Indonesia. Keadaan lain yang menguntungkan adalah tidak adanya musim dingin di Indonesia, sehingga pengusahaannya dapat berlangsung sepanjang tahun.

Penyebaran ikan bandeng begitu luas, bahkan hampir setiap pantai di Indonesia terdapat benih bandeng (nener). Penyebaran bandeng di Indonesia meliputi daerah-daerah pantai di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali serta Pulau Buru. Di pulau Jawa, nener sering ditangkap di pantai Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Gresik dan Surabaya.

Dalam usaha budidaya bandeng, pengetahuan yang mendalam para petani tambak terhadap faktor produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi sangat penting. Jenis-jenis faktor produksi dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor produksi tersebut terhadap hasil produksi, mutlak harus diketahui agar kegiatan budidaya memperoleh hasil yang menguntungkan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan suatu perhitungan biaya produksi dan perkiraan pendapatan yang akan diperoleh dari budidaya bandeng sehingga dapat diketahui apakah budidaya bandeng tersebut menguntungkan atau tidak dan berapa lama biaya investasi dapat di kembalikan.

Analisis yang digunakan untuk menguji kelayakan usaha budidaya bandeng dalam penelitian ini dilakukan karena setiap kegiatan usaha pasti akan mengandung resiko, baik resiko terhadap komoditas maupun resiko keuangan. Analisis kelayakan dilakukan untuk memperkecil resiko investasi dan sekaligus membantu dalam mengambil keputusan investasi secara tepat.

Sebagai ikan laut, bandeng tersebar mulai dari pantai Afrika timur sampai ke Kepulauan Tuamotu sebelah timur Tahita, dan dari Jepang selatan sampai Australia utara. Sifat yang menyolok dari ikan bandeng ialah sifat euryhallien, yaitu tahan terhadap perubahan yang besar dalam hal salinitas air, hal ini membuat bandeng dapat dipelihara dalam tambak air payau. Meskipun kadar garam dalam tambak air payau sering turun-naik, kehidupan sehari-hari ikan bandeng tidak terpengaruh.

Dalam mencari makan, ikan bandeng mengais ganggang biru yang tumbuh menempel di dasar, kalau sudah terangkat dan mengapung dekat permukaan air oleh gelembung-gelembung oksigen hasil proses fotosintesis mereka.

Pembiakan induk bandeng terjadi di dekat pantai yang airnya jernih, sedalam 40-50 meter, menghasilkan telur sebesar 1,2 mm mengapung di bawah permukaan air. Pelepasan telur terjadi pada waktu malam hari di tempat sejauh 5-7 mil laut dari pantai. Telur bandeng menetas dalam waktu 24 jam, menjadi nener selembut 5 mm. Sambil tumbuh lebih lanjut, nener itu terbawa oleh air mendekati pantai, kemudian ditangkap oleh para penyeser. Dalam bentuk nener inilah ikan bandeng ditebarkan dan dipelihara dalam tambak hingga sampai dapat dipanen kelak.

Di kalangan pertanian, istilah budidaya digunakan bagi kegiatan usaha produksi suatu komoditi. Istilah budidaya merupakan padanan bagi istilah culture (bahasa Inggris), misalnya fish culture, yang mengusahakan ternak ikan dikolam; marine culture, yang mengusahakan hasil laut.

Dalam usaha budidaya bandeng, para petani tambak akan mengalami beberapa tahapan kegiatan sejak dari persiapan tambak sampai dengan pemanenan hasil. Adapun tahapan-tahapan dalam budidaya bandeng pada umumnya adalah:
1.           Perbaikan Pematang dan Saluran.
2.           Perdalaman dan Perataan Dasar Pelataran Tengah.
3.           Pengeringan Dasar Tambak.
4.           Pemupukan dan Pemberantasan Hama.
5.           Penyiapan dan Penebaran Benih Bandeng (nener).
6.           Pemungutan Hasil.


Perbaikan Pematang dan Saluran

Perbaikan pematang dan saluran lazimnya dilakukan bersamaan atau beruntun saling susul-menyusul. Parit keliling dan saluran pembagi air yang mendangkal karena timbunan lumpur dari tempat lain, dikeduk agar normal kembali sedalam ukuran yang telah ditetapkan sebelumnya.Tanah hasil kedukan ini diteplokkan pada sisi pematang yang sementara itu mungkin juga sudah longsor karena terkikis tanahnya sebagian dan memperdangkal parit keliling atau saluran pembagi air di dekatnya.

Perdalaman dan Perataan Dasar Pelataran Tengah

Perdalaman dan perataan dasar pelataran tengah perlu dilakukan karena selama periode masa pemeliharaan sebelumnya, petakan tambak sudah menerima endapan lumpur yang terbawa oleh air masuk. Agar kedalaman air selama masa pemeliharaan berikutnya tetap normal sebagaimana yang dikehendaki, endapan lumpur dipelataran tengah ini perlu dikeruk juga. Kalau dilakukan setiap musim kemarau, petakan tambak yang bersangkutan pasti tidak begitu banyak tertimbun lumpur, sehingga penyiapannya tidak akan terasa begitu berat seperti pada pengerukan parit keliling. Perataan tanah bertujuan untuk menciptakan pelataran atau ladang pertamanan dibawah permukaan air bagi klekap yang hanya mau tumbuh subur bila berada dalam air yang rata-rata kedalamannya 40 centimeter.

Pengeringan Dasar Tambak

Pengeringan dasar tambak bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, seperti yang dilakukan di kalangan pertanian mutlak diperlukan agar kemampuan tanah untuk menghasilkan ganggang biru yang membentuk klekap dapat senantiasa dipertahankan. Tanah tambak yang terus-menerus terendam air, semakin lama semakin anaerob, sehingga proses mineralisasi bahan organik yang memerlukan suasana anaerob terhambat jalannya, padahal hasil mineralisasi berupa mineral ini diperlukan oleh ganggang-ganggang biru klekap.

Pemupukan dan Pemberantasan Hama

Pemupukan tambak sebenarnya sudah lama dikenal serta dilakukan oleh para petani tambak. Para petani produsen memupuk tambak dengan tujuan menyuburkan pertumbuhan klekap. Klekap tumbuh pada dasar tambak, sehingga pemupukan juga pada tanah ini. Pada umumnya para petani tambak menggunakan jenis pupuk yang biasanya dipergunakan dikalangan pertanian seperti pupuk kandang, kompos, guano. Di daerah tambak yang banyak ditumbuhi pohon bakau, orang memanfaatkan daun bakau, rumput-rumputan dari pematang sebagai pupuk hijau. Daun-daunan itu digundukkan di beberapa tempat, dengan puncaknya tetap di atas permukaan air agar pelan-pelan mengalami proses pembusukkan. Jumlah pupuk yang diperlukan bagi tiap hektar tambak sekitar 2000 kg, sehingga pengadaannya akan merepotkan para petani produsen dan akhirnya sering tidak dipergunakan, Pemupukan, tambak lebih sering menggunakan pupuk anorganik, yaitu campuran pupuk urea dan triple super phosphat (TSP) dengan perbandingan 2:1.

Agar petani produsen budidaya tambak berhasil dalam usahanya, penanggulangan hama harus dilakukan. Hama yang diprioritaskan penanggulangannya dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yakni: 1) Hama pengganggu, hama jenis ini merusak lingkungan tambak, seperti membuat pematang bocor dan merusak pintu air. Hama yang sering menggangu antara lain bangsa ketam, remis penggerek dan udang tanah. 2) Hama penyaing, jenis hama penyaing (competitor) ini dapat menyaingi bandeng dalam berebut makan maupun kandungan oksigen dalam tambak, Yang termasuk hama ini adalah siput, ikan liar dan ketam-ketaman. 3) Hama pemangsa, hama pemangsa sangat merugikan, karena hama ini langsung memangsa bandeng di dalam tambak. Yang termasuk hama pemangsa adalah ikan buas (payus) dan kakap.

Cara penanggulangan dan pemberantasan hama tambak dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu: 1) Pemberantasan secara mekanis, yaitu pemberantasan dilakukan bersamaan dengan pengeringan, Setelah tambak kering, hama kemudian dibunuh. 2) Pemberantasan secara kimiawi, yaitu pemberantasan dengan menggunakan racun nabati atau pestisida.

Penyiapan dan Penebaran Benih Bandeng (nener)

Sukses tidaknya pengusahaan tambak tergantung juga pada penyediaan nener waktu musim tanam yaitu musim labuhan bulan Oktober-November, dan kemudian disusul dengan penebaran susulan dalam musim mareng bulan Mei tahun berikutnya. Penangkapan nener dilakukan didaerah pantai yang berpasir, landai dan berair jernih. Penebaran nener dilakukan pada petak peneneran yang airnya jelas payau, tidak terlalu tinggi salinitasnya. Salinitas antara 15% - 20% adalah kondisi salinitas yang optimum. Penebaran dilakukan pagi-pagi benar atau kalau tidak dilakukan sore hari, setelah suhu udara sejuk kembali. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah agar perbedaan suhu air pengangkutan dan air tambak tidak terlalu besar, karena nener tidak mampu menyesuaikan diri jika perbedaan suhu keduanya terlalu mencolok.

Pemungutan Hasil

Ikan bandeng biasa membentuk suatu kelompok dengan dipimpin oleh seekor bandeng di depan. Salah satu sifat bandeng yang telah dewasa adalah keinginannya yang kuat untuk meloloskan diri dari tambak. Hal ini bukan terjadi karena perbedaan kadar garam atau oksigen, akan tetapi karena naluri berupaya kembali ke laut setelah dewasa untuk berkembang biak. Setelah bandeng menampakkan tanda-tanda ingin kembali ke laut, segera dimasukkan ke petakan tambak pada waktu air pasang. Hal ini menjadikan bandeng-bandeng tersebut untuk berenang mendekati pintu air. Bandeng-bandeng akan berjam-jam berenang berhenti dalam arus air laut ini. Sifat bandeng yang demikian dimanfaatkan para petani produsen untuk memungut hasil, Pemungutan hasil dengan cara demikian dinamakan cara nyerang

Rabu, 22 November 2017

KONTAMINASI DAN DAMPAKNYA BAGI PRODUK BUDIDAYA PERIKANAN

KONTAMINASI DAN DAMPAKNYA BAGI PRODUK BUDIDAYA PERIKANAN
            Isu lain yang dibahas mengenai kontaminasi produk perikanan oleh bahan kimiawi dan bahan antibiotik yang berbahaya. Disini diuraikan bagaimana produk perikanan budidaya bisa tercemar oleh kontaminasi bahan kimiawi dan bahan antibiotik, dan bagaimanan dampaknya bagi produk perikanan budidaya tersebut.
CONTAMINANTS

Dioxins
Di tahun 1999, kontaminasi dioxin dari Produk Makanan Belgia lewat kontaminasi makanan mengakibatkan EU yang mengesahkan pembatasan sementara pada perdagangan susu dan produk susu, daging sapi, daging babi, unggas, telor dan turunan telor, dan makanan dari sapi. Mereka juga memulai penyelidikan ilmiah untuk mengembangkan suatu kebijakan EU atas dioxins di  makanan dan pakan. Dioxins adalah campuran berbau harum polychlorinated terbentuk sebagai hasil sampingan dari proses kimia alami dan bisa dibuat manusia melalui proses kimiawi. Ada 210 campuran dioxin yang berbeda, hanya sekitar 17 menjadi perhatian dan sebagian dari ini dikenal segala penyebab kanker. Dioxins tidak dapat dalam air, sangat tidak bisa terurai  dan diserap manusia dan jaringan lemak binatang, dengan begitu terkumpul dalam rantai makanan.
Kontaminasi Dioxin dapat bervariasi tergantung pada asal bahan makanan. Daging, Telor, Susu, ikan dari kolam dan produk makanan lain kemungkinan terkontaminasi dioxin karena pencemaran lingkungan lokal tinggi , atau sangat tingginya dioxin di dalam tepung ikan dan minyak ikan. Ikan liar dari area tercemar kemungkinan tinggi akan terkontaminasi. Tepung ikan dan Minyak ikan Eropa yang bersumber dari penangkapan liar, sebagai contoh, mempunyai dioxin sekitar 8 kali lebih tinggi dibanding tepung ikan dan minyak ikan  dari Cili Atau Negara Peru ( SCAN , 2000).
Sebagai hasil pendapat yang dinyatakan oleh the Scientific Committee on Animal Nutrition ( SCAN), peraturannya diterima oleh EU  mulai diberlakukan tahun 2002. Ini dibuat  menurut ketentuan hukum mengikat batas isi dioxin yang terukur dengan kelebihan makanan yang  membatasi untuk dikeluarkan dari rantai makanan. Batas maksimum ditetapkan untuk tepung ikan, minyak ikan, pakan ikan dan campuran pakan adalah:
Minyak ikan: 6 NG TEQ/KG gemuk
Ikan, binatang laut yang lain laut, hasil sampingan dan produk mereka terkecuali minyak ikan: 1.25 NG TEQ/KG produk
Campuran pakan, terkecuali makanan untuk binatang yang berbulu dan pakan ikan ( dari Januari 1, 2002 ke Desember 31, 2005): 0.75 ng TEQ/ kg produk
Pakan ikan ( Dari Januari 1, 2002 ke Desember 31, 2005) 2.25 NG TEQ/KG produk ( CEC, 2001)
TEQ berarti menyatakan tingkatan racun  dioxins atau dioxin seperti  PCBS. Karena masing-masing mempunyai suatu tingkat keracunan berbeda, konsep ttg faktor ekwivalensi beracun- TEFS- telah diperkenalkan. Artinya bahwa hasil yang analitis dari semua campuran diubah menjadi satu ringkasan menghasilkan, ' Toxic Equivalent Concentration ' atau TEQ. Dioxins telah pula menjadi suatu penilaian di AS, dan FDA telah melakukan sampling berbagai macam bahan pakan dengan maksud untuk menetapkan suatu aturan dasar  sebelum membuat dasar keputusan yang berisiko pasa berbagai macam bahan yang menagandung dioxin
            Dampak . pengaruh tingkat pengukuran dioxin pada eksportir Asia dan eksporter lainnya belum tercatat. Bagaimanapun juga , EU mempunyai niat meninjau ulang standard mereka di tahun 2006 dengan maksud untuk mengurangi tingkatan maksimum yang diizinkan. Ini mendorong kearah pengurangan lebih lanjut  di dalam ketersediaan bahan baku, khususnya tepung ikan dan minyak, yang memenuhi spesifikasi dan memberi kenaikan di dalam biaya pakan.





ANTIBIOTICS

Sisa antibiotic dalam udang telah menjadi masalah sejak tahun 1980an ketika tambak udang semi intensive dan intensive menjadi sumber utama ekspor produksi udang.  Sejak tahun 1991, Pemerintah Jepang mengancam melarang impor udang dari Indonesia dan Thailand disebabkan adanya residu antibiotic, para ekportir terdesak dan pemerintah melakukan inspeksi antibiotic sebelum udang diekspor ke Negara tujuan ekspor (Patmasiriwat et al., 1999).
Pembatasan pelarangan atas pembelian udang yang mengandung antibiotic- oleh eksportir dengan cepat  mendorong suatu pengurangan penggunaan zat antibiotic oleh pembudidaya karena mereka tidak akan bisa menjual udangnya.
Di tahun 2001 sisa antibiotic terdeteksi, terutama klorampenikol dan nitrofurans dalam udang yang berasal dari China, Vietnam dan Thailand, menjadikan isu residu kembali mengemuka. Kedua bahan tersebut dilarang digunakan dalam pakan  ikan di banyak Negara dan Uni Eropa (EU) menetapkan kebijakan nol persen untuk klorampenikol dan nitrofuran dalam bahan makanan sejak tahun 1994. Berkembang pula alat yang sensitifnya tinggi dimana mengurangi tingkat deteksi dengan mantap, secara efektif dengan mudah mendeteksi tingkat toleransi di EU dan meningkatkan frekuensi deteksi makanan impor dari Asia yang mana telah dimusnahkan oleh otoritas EU. Hal ini mengakibatkan perdagangan udang diantara Negara ini dengan EU berhenti dengan ekspor dari Thailand menurun hingga diatas 70%.
            Ini adalah salah satu masalah utama bebas dari penggunaan antibiotic oleh para pembudidaya  di negara-negara Asia dan kurangnya kontrol yang efektif dalam penggunaannya. Ada juga membatasi  sejumlah pembudidaya dengan pengalamannya mengenai penyakit binatang perairan, menjadi suatu batasan utama yang perlu ditujukan. Jika antibiotic dan terapi pengobatan lainnya digunakan efektif, mereka akan menerapkan dibawah pengawasan  ahli peternakan. Catatan tentang perlakuan dan lamanya perlakuan dan waktu penarikan kembali diperlukan untuk diteliti.Membangun kapasitas untuk  seperti suatu sistem prosedur dokter hewan dan kesehatan binatang perairan yang  diorganisir akan menjadi  mahal dan mungkin memerlukan banyak  waktu,  sesuatu yang pantas dipertimbangkan dari segi jumlah dan usaha.
Sialnya , ada sedikit zat antibiotic  yang telah secara resmi disetujui untuk penggunaan dalam pakan ikan dan sangat  sedikit tingkatan residu yang ditetapkan. Tentang zat antibiotik yang disetujui oleh  FDA AS, tidak ada disetujui untuk digunakan di udang di samping disetujui untuk pakan hewan yang lain. Pasar yang secara relatif kecil untuk  produk seperti itu , biaya mengambil suatu obat harus melalui proses persetujuan dan mempunyai kompetisi berat.  Semua penyalur secara serius dihalangi dari penjualan obat yang bebas untuk keamanan dan efektif dalam pengendalian penggunaan  chemotherapeutants untuk binatang air. Salah satu pendidikan untuk pembudidaya ikan adalah mencegah penyakit dan menghindari penggunaan antibiotic. Arahnya akan mungkin jika banyak pembudidaya ikan menghentikan penggunaan antibiotic dengan suatu kecenderungan yang bisa didukung oleh suatu sistem berdasar pada insentif  dan pembuktian bebas dari penggunaan antibiotik atau kehadiran residunya  di dalam daging. Ini adalah salah satu dari isu yang ditujukan oleh implementasi peraturan kode of conduct yang akan dibahas dalam pembahasan kemudian. Karena itu, penggunaan antibiotik untuk budidaya ikan haruslah dikontrol dengan sangat ketat oleh pemerintah dengan suatu peraturan yang mengingat karena ini nantinya akan berdampak yang tidak baik bagi kelangsungan budidaya ikan untuk kedepannya.
Diposkan oleh Munawaroh,SP.