Selasa, 31 Januari 2017

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI ALGA

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI ALGA


Klasifikasi dan Morfologi
Alga adalah tanaman laut yang di kelompokkan dalam 2 kelompok besar makro alga dan mikro alga, mikro alga (berukuran kecil) tidak dapat dilihat secara kasat mata tetapi hanya boleh dilihat dengan menggunakan alat bantu yaitu mikroskop. Sebaliknya alga makro atau alga yang berukuran besar dapat dilihat langsung (kasat mata).
Alga yang mula-mula ada di bumi kurang lebih sekitar tiga milyar tahun yang lalu adalah cyanobacteria (atau ganggang biru-hijau), yang melakukan fotosintesis, sel prokariotik tidak berinti sel. Kemudian muncul jenis-jenis alga yang lain yang memiliki inti sel, sel kompleks multiselular atau sel eukariotik.
Alga terdiri atas 8 divisio dan tersebar dalam 16 kelas dengan sejumlah ordo, family, genus dan spesies. Pembagian klasifikasi di tingkat divisio menurut Sze (1986), adalah sebagai berikut :
  • Divisio Cyanophyta (cyanobacteria atau blue-green algae), Class Cyanophyceae
  • Divisio Prochlorophyta, Class Prochlorophyceae
  • Divisio Chlorophyta (green algae), Class Prasinophyceae OR Class Micromonadophyceae, Class Chlorophyceae, Class Chlorophyceae, Class Charophyceae, Class Charophyceae, Class Ulvophyceae, Class Pleurastrophyceae
  • Divisio Chrysophyta, Class Chrysophyceae (golden brown algae), Class Prymnesiophyceae (=Haptophyceae),
    Class Tribophyceae (=Xanthophyceae) (yellow-green algae), Class Eustigmatophyceae, Class Raphidophyceae (=Chloromonadophyceae), Class Bacillariophyceae (=Diatomophyceae) (diatoms), Class Phaeophyceae (=Fucophyceae) (brown algae)
  • Divisio Rhodophyta (red algae), Class Rhodophyceae, Subclass Florideophycidae Subclass Bangiophycidae
  • Divisio Pyrrophyta (=Pyrrhophyta=Dinophyta) (dinoflagellates), Class Dinophyceae
  • Divisio Cryptophyta (cryptomonads), Class Cryptophyceae
  • Divisio Euglenophyta (euglenoids), Class Euglenophyceae
Di perairan Indonesia menurut Weber Van Boss ditemukan adanya 782 jenis alga yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Meliputi 179 alga hijau, 134 alga coklat dan 425 alga merah. Pembangian alga ditingkat divisio dan kelas (Sze, 1986), secara khusus didasarkan pada :
  1. Pigmen pengektasi cahaya untuk fotosintesis
  2. Cadangan polisakarida
  3. Organisasi selular
  4. Morfologi
  5. Ekologi
Klasifikasi alga laut makro alga menurut Dawes (1981), terdiri dari 3 divisio yaitu Rhodophyta alga merah, Phaeophyta alga coklat dan Chlorophyta alga hijau. Sedangkan menurut Vanden Brook (1995), makro alga terdiri juga atas 3 divisio yaitu divisio Chlorophyta alga hijau, Rhodophyta alga merah dan Heterokontophyta alga coklat, nama division alga coklat dari ketiga penulis berbeda. Ternyata dengan berkembangnya ilmu taksonomi maka banyak para ahli mengelompokkan alga pada tingkat divisio yang sama namanya tetapi ada yang berbeda. Begitu juga ada yang mengelompokkan Chlorophyceae, Rhodophyceae dan Phaeophycea kedalam kelas tetapi yang lain memasukkannya ke tingkat taksa yang lebih tinggi sedikit yaitu sub phylum/division. Memang taksonomi alga ini masih sulit dasar pengelompokkannya menurut kata beberapa ahli alga (De wreede dan Klinger, 1987).
Morfologi alga menurut sebagian ahli botani memasukkan alga ini kedalam dunia tumbuh-tumbuhan dan secara morfologi tubuh alga tidak memiliki akar, batang, dan daun yang sejati seperti layaknya tumbuhan tingkat tinggi, tetapi hanya menyerupai saja bagian-bagian tersebut karena alga hanyalah berbentuk talus belaka dan di masukkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah, tubuhnya tersusun dari banyak sel, didalam sel tubuhnya terdapat pigmen penyerap cahaya yang berupa kloroplas atau kromatopor, bersifat autortof yang dapat menghasilkan zat organik dan oksigen melalui proses fotosintesis, dapat berkembangbiak secara seksual dan aseksual. Untuk dapat tumbuh bagi alga yang berukuran besar (makro alga) memerlukan substrat untuk tempat menempel/hidup. Alga epifit pada benda-benda lain seperti, batu, batu berpasir, tanah berpasir, kayu, cangkang moluska dan epifit pada tumbuhan lain atau alga jenis yang lain (Kumampung, 1984). Alga yang berukuran kecil (mikro), hidup melayang atau menempati kolom-kolom air yang ada di perairan disebut phytoplankton. Bentuknya bervariasi, satu sel atau koloni (diatom, dinoflagelata dan lain-lain).
Makro alga umumnya epifit memiliki bagian talus yang khusus untuk menempel pada subsrat bagian yang menyerupai akar ini di sebut holdfast. Menurut Sze, (1986) tipe holdfast pada alga makro adalah sebagai berikut :
  1. Talus benar-benar diluruskan /menyebar menempel pada substrat (encrusting)
  2. Rhizoids/ rhizoidal pada pangkal talus
  3. Heterotrichy (lembaran /lampiran) Cabang dimodifikasi membentuk dasar untuk lampiran, pertumbuhan kembali cepat dari dasar jika sistem hilang
  4. Diskoid Pada jaringan (parenchymatous atau pseudoparenchymatous)
    membentuk dasar makroalga yang lebih besar
  5. Haptera Cabang/batang membentuk seperti jari-jari.
Pigmen Fotosintesis
Untuk tumbuh dan berkembang alga ini membutuhkan cahaya untuk melakukan proses fotosintesis dimana alga ini bersifat autotrof dan mensitesa sendiri makanannya dengan bantuan sinar matahari. Dalam penyerapan sinar matahari alga memiliki pigmen fotosintesis yaitu klorofil A yang terdapat pada semua jenis alga. Untuk proses fotosintesis klorofil dibantu dengan pigmen lainnya. Jenis-jenis pigmen yang dikandung oleh alga adalah pigmen klorofil yaitu klorofil A, klorofil B, klorofil C1, C2 dan klorofil D, Pigmen caroten yaitu β-caroten, fucoxanthin, siphonaxanthin dan peridinin
Reproduksi dan Siklus Hidup Alga
Reproduksi adalah perkembangbiakan dari suatu orgsanisme menjadi organisma yang baru. Reproduksi adalah salah satu strategi untuk memepertahankan keberadaan populasinya di alam, agar tidak punah karena, predasi, kompetisi, hama dan penyakit dan aging (Kimbal 1992). Ada dua cara reproduksi yaitu cara aseksual dan seksual, yang amat berbeda antara cara yang satu dengan yang lainnya. Pada alga juga berlaku kedua macam cara reproduksi tersebut. Yaitu reproduksi aseksual dan seksual.
Reproduksi Secara Aseksual
Reproduksi aseksual yaitu di mana suatu organisme baru dihasilkan dari induk tunggal, tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina. Reproduksi aseksual dapat terjadi dengan cara pembelahan sel, fragmentasi dan spora. Pembelahan sel cara biner untuk jenis alga uniselular, dari satu sel menjadi dua sel. Cara fragmentasi adalah thalus alga dipotong-potong atau dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang kemudian nantinya jika hidup pada substrat yang cocok akan tumbuh menjadi individu yang baru. Kemudian reproduksi aseksual dengan cara spora adalah dimana spora dapat diproduksi dalam sel vegetatif yang normal atau sel khusus. Spora yang dikeluarkan akan membentuk individu yang baru. Spora dapat bersifat motil maupun non motil. Pada reproduksi aseksual individu baru yang dihasilkan adalah sama persis dengan induknya. Pada makro alga lebih khusus pada alga merah gracilaria sp. tetraspora yang dihasilkan oleh alga tetrasporophyte akan mengalami meosis terlebih dahulu sehingga terjadi reduksi jumlah kromosom terbagi yang tadinya diploid menjadi haploid. Spora ini akan tumbuh menjadi individu yang baru yaitu alga gametophyte jantan dan betina yang haploid, dan hidup bebas di alam.
Reproduksi Secara Seksual
Reproduksi seksual terjadi karena adanya penyatuan gamet jantan dan betina. Gamet mungkin identik dalam bentuk dan ukuran (isogamy) dan (heterogamy) yang berbeda. Beberapa bentuk sederhana alga seperti Spirogyra bereproduksi dengan metode konjugasi reproduksi seksual. Dalam proses konjugasi, dua untai berserabut (atau dua organisme) dari bahan jenis alga yang sama pertukaran genetik melalui tabung konjugasi. Antara dua untai, salah satu bertindak sebagai donor dan lain berfungsi sebagai penerima. Setelah bertukar materi genetik, dua alur terpisah dari satu sama lain. Penerima kemudian dapat menimbulkan organisme diploid. Proses reproduksi secara seksual pada alga yang lebih maju lagi jaringan reproduksinya, dimulai ketika alga gametofit jantan dan gametophyte betina dewasa menghasilkan gamet haploid melalui pembelahan sel mitosis, yang kemudian melebur menjadi satu (fertilisasi) untuk membentuk zigot diploid yang berkembang menjadi tumbuhan sporophyte atau tetrasporophyte.
Jadi pada alga kedua macam reproduksi (aseksual dan seksual) dapat berlangsung di dalam satu siklus hidupnya. Dan akan terjadi pergantian generasi dari generasi tetrasporophyte atau sporophyte yang diploid (2n) menjadi generasi gametophyte haploid (1n) yang hidup bebas di alam (Free living). Tetapi ada juga dimana kedua fase tersebut ada bersamaan hidup bebas di alam. Apabila kedua generasi alga tersebut dalam penampilan/penampakan thalusnya terlihat sama disebut isomorphik dan jika berbeda disebut heteromorphik. Contoh alga isomorfik yang siklus hidupnya triphase yaitu Gracilaria sp. Dimana Siklus hidup Gracilaria sp ini juga terjadi pada kebanyakan alga merah, dimana akan melalui tiga generasi (trifasik) yaitu generasi tetrasporophyte (2n) dan generasi gametophyte(1n) yang merupakan tanaman yang hidup bebas di alam. Dan generasi karposporophyte tidak hidup bebas di alam (non living) wujudnya kecil seperti bintil-bintil disebut cystocarp (2n), menyerupai parasit tetapi bukan parasit yang hidupnya menempel pada batang gametophyte betina. Terjadinya Cystocarp (2n) ini berawal dari peleburan antara gamet (1n) jantan dan betina (1n), terjadi di carpogonial branch yang ada trikogen.


Setelah fertilisasi kemudian membentuk cystocarp yang didalamnya terdapat spora disebut carpospora. Cystocarp ini 2n yang tidak dapat hidup bebas dan tidak bergerak (bersifat parasit). Nanti saat cystocarp ini membuka dan carpospores ini keluar dilepaskan ke perairan kemudian carpospora ini akan menempel pada substrat yang cocok dan akan tumbuh dan berkembang menjadi individu yang baru yaitu tetrasporophyte.Tanaman tetrasporophyte ini setelah dewasa akan membentuk spora yang disebut tetraspora (2n), spora ini akan mengalami meosis, membela dan terjadi reduksi kromosom dari 2n menjadi 1n. Setelah mendapatkan substrat yang cocok maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi individu yang baru yaitu alga gametophyte jantan danbetina. Setelah dewasa menghasilkan gamet dan terjadi fertilisasi, membentuk cystocarp lagi dan seterusnya demikian siklus hidup ini berlangsung di alam. (Dawes, 1981; Dawson 1966).
Di Poskan Oleh Munawaroh

Senin, 30 Januari 2017

JENIS-JENIS ALGA

JENIS-JENIS ALGA



Alga Biru
Alga biru hijau juga disebut sebagai cyanobacteria adalah bentuk sederhana dari ganggang. Contoh BGA adalah Nostoc dan Calothrix. Seperti namanya mereka hijau berwarna biru, mulai dari organisasi bersel tunggal dengan bentuk kolonial. BGA mengandung klorofil a, b dan phycobilins. Mereka prokariotik dalam organisasi seluler yang menyerupai bakteri. BGA dianggap perantara antara bakteri dan tanaman oleh karena itu nama cyanobacteria ditugaskan untuk spesies alga. Sejak BGA tidak memiliki organel khusus mereka berfotosintesis langsung melalui sitoplasma.
Alga Hijau
Alga hijau milik Chlorophyta filum mengandung klorofil a, b, karotenoid dan xanthophylls. Cadangan pangan utama ganggang hijau adalah pati. Beberapa contoh ganggang hijau adalah Ulva, Codium dan Caulerpa. Sampai sekarang, sekitar 7000 spesies ganggang hijau diidentifikasi mereka dapat berupa uniseluler atau multiseluler. Kebanyakan dari mereka adalah ganggang air tawar, sementara beberapa spesies yang ditemukan di air laut.
Alga Merah
Alga merah milik Rhodophyta mengandung klorofil a, d, karotenoid, dan xanthophylls phycobilins. Cadangan makanan ganggang merah adalah pati floridean. Contoh-contoh ganggang merah Chondrus dan Gelidiella spesies. Mayoritas varietas ganggang merah spesies laut. Lebih dari 6500 spesies alga merah telah diidentifikasi, dari mana sekitar 200 spesies air tawar. Pigmen merah, phycobilin membantu dalam pemanenan cahaya pada kedalaman lebih besar, maka beberapa anggota ganggang merah ditemukan di kedalaman seperti itu di dasar laut, di mana tidak ada organisme fotosintesis lainnya dapat beradaptasi.
Alga Coklat
Alga coklat milik kelas Paeophyceae mengandung klorofil a, c dan fucoxanthin pigmen. Karena warna, klorofil dan pigmen coklat hijau, fucoxanthin, anggota milik Phaeophyta menunjukkan warna kehijauan-coklat yang khas. Cadangan makanan ganggang coklat adalah polimer karbohidrat kompleks, yang disebut laminarin. Laminaria dan Macrocystis adalah contoh dari ganggang coklat. Mirip dengan ganggang merah, mayoritas dari kelompok alga yang disesuaikan dalam air laut. Ganggang coklat adalah ganggang yang paling kompleks, di mana beberapa spesies disesuaikan pada kedalaman tertentu di laut dan lautan. Para kelps raksasa, ditemukan di dasar laut adalah ganggang coklat milik urutan Laminarales. Kelps adalah satu-satunya ganggang dengan diferensiasi jaringan.
Spesies alga sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan oleh karena itu mereka digunakan sebagai indikator biologis untuk menentukan modifikasi lingkungan. Sebagai contoh ganggang air tawar sederhana seperti Euglena dan Chlorella digunakan untuk menunjukkan tingkat pencemaran air.
Alga Keemasan
Alga keemasan atau Chrysophyceae adalah salah satu kelas dari kelompok alga Heterokontophyta. Warnanya yang kuning keemasan berasal dari kandungan pigmen karotena dan xantofil yang banyak sehingga mendominasi warna kloroplasnya dan membuat klorofil tidak terlalu tampak. Kloroplas alga ini berbentuk cakram, pita, atau oval. Nama “Chrysophyceae” diambil dari bahasa Yunani, yaitu chrysos yang berarti emas.
Sel-sel alga keemasan memiliki inti sejati dinding sel umumnya mengandung silika (SiO2) atau zat kersik. Alga ini ada yang hanya satu sel (uniseluler) dan ada yang terdiri atas banyak sel (multiseluler). Alga uniseluler dapat hidup sebagai komponen fitoplankton yang dominan. Alga yang multiseluler membentuk koloni atau berbentuk berkas pita (filamen). Habitatnya adalah air tawar, di laut, dan di tanah yang lembab.
Di Poskan Oleh Munawaroh

Kamis, 26 Januari 2017

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI IKAN BETUTU

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI IKAN BETUTU


Klasifikasi
Klasifikasi dari ikan Betutu (Lie Siauw foey, 1968 dalam Komarudin, 2000):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Superkelas : Pisces
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Gobiodea
Family : Eleotridae
Species : Oxyeleotris marmorata
Betutu (Oxyeleotris marmorata) memiliki nama lokal yang beragam yaitu bloso, ikan malas, ikan bodoh (Jawa) bakut, batutuk, belutu, ikan hantu (Kalimantan); bakut, beluru, bekutut (Sumatera). Menurut Komarudin (2000), nama yang paling populer adalah betutu sekaligus digunakan sebagai nama resmi dalam dunia perikanan di Indonesia.
Morfologi
Tubuh betutu terdiri dari kepala, badan dan ekor dengan perbandingan ketiganya 1 : 4 : 1. Tubuh besar pada bagian kepala kemudian mengecil ke bagian ekor. Kepala bisa dibilang besar bila dibandingkan dengan ukuran tubuh. Tutup insang, mata, hidung, mulut menghiasi bagian itu. Tutup insang berupa lempengan yang menutup bagian belakang kepala yang bisa membuka dan menutup. Mata kecil dengan bagian tengah berwarna coklat muda dan bagian tepi berwarna coklat agak tua yang melingkar seperti cincin. Hidung juga kecil dan terletak di bagian atas kepala sedangkan mulut berada di depan kepala yang membelah hampir sebagian kepala.
Seluruh tubuhnya ditutup dengan sisik-sisk kecil, mulai dari belakang kepala sampai perbatasan pangkal ekor dengan warna dasar coklat muda. Pada bagian tertentu adan bercak-bercak hitam dan coklat tua, yang divariasi dengan titik-titik dengan warna yang sama. Pada bagian itu pula, sirip-siripnya menempel. Betutu memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubuh dan sirip ekor. Kelima sirip nampak besar (Komarudin, 2000).
Habitat dan Persebaran
Ikan ini banyak ditemukan di perairan yang tenang seperti danau, rawa, waduk dan perairan tenang lainnya terutama di Pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Hidup bukan di daerah yang dalam tetapi lebih suka di daerah yang dangkal. Ikan betutu tidak senang pada perairan yang deras karena ikan ini sangat fasif atau lebih banyak diam. Ikan betutu juga banyak ditemukan di negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Penyebarannya tidak seluas ikan sidat yang mendunia. Ikan betutu hanya tersebar di Asia Tenggara saja (Usniarie, 2008).
Tingkah Laku
hidup baik di perairan tawar. Biasanya pada tempat-tempat yang berair tenang, berlumpur, pada kedalaman kira-kira 40 cm. Ikan ini hidup di dasar perairan hanya sekali–kali saja menyembul di permukaan. Tempat agak gelap terlindung dibalik batu-batuan atau tumbuhan air sangat disukainya sebagai tempat mengintip mangsa. Jika hari menjelang malam betutu sering terlihat menyembulkan moncongnya di atas permukaan air di sekitar tempat persembunyiannya.
Sifat yang sangat menonjol dari ikan ini adalah pemalas, tabiatnya memang malas bergerak. Saking malasnya, bisa berjam-jam lamanya betutu hanya diam ditempatnya, tanpa bergeser sedikitpun. Jika ada yang menyentuh tubuhnya atau ada mangsa didekatnya, barulah betutu akan bergerak cepat kemudian berhenti dengan tiba-tiba, gerakannya kadang-kadang sulit diikuti.
Dengan tabiat seperti itu, untuk mencari makanpun betutu merasa enggan. Ia hanya menunggu manakala perutnya terasa lapar, barulah betutu akan menyambar ikan-ikan kecil yang melintas di depannya. Setelah kenyang, ia kembali diam lagi. Ikan yang bertampang mirip gabus ini ternyata tidak sekedar diam di tempat, tetapi juga “tidur”. Oleh karenanya, cukup beralasan bila ada orang menyebutnya sebagai sleeper goby, alias si “tukang tidur”. Betutu tampak lebih agresif di malam hari. Ikan ini akan terlihat mengintip mangsa jika malam telah menjelang. Demikian pula dalam hal berkembang biak. Ikan ini seperti juga ikan-ikan lainnya lebih memilih waktu malam hari sebagai saat mengadakan perkawinan.
Pakan dan Kebiasaan Makan
Betutu merupakan pemangsa yang sangat rakus ikan ini dapat memakan mangsa seberat bobot tubuhnya setiap hari. Meskipun demikian, sesuai tabiatnya yang malas, ikan ini hanya menunggu mangsa lewat didekatnya. Untuk itu ia memakai jurus diam seperti benda mati hingga datang kesempatan menyambar mangsanya. Jenis makanan yang disantapnya berubah dengan bertambahnya umur. Ikan dewasa biasanya memangsa ikan lain, udang-udangan (crustacea), dan serangga air (insekta). Sementara juvenilnya yang masih muda memakan kutu air (Daphnia, Cladocera, Copepoda), jentik-jentik serangga dan rotifera. Pada stadia larva betutu juga memakan flankton nabati (ganggang) dan flankton hewani berukuran renik.


Hingga saat ini ikan betutu belum terbiasa memakan pakan buatan berupa pelet atau sebangsanya. Paling tidak betutu mau memakan daging ikan yang sudah dipotong-potong, ikan rucah (trashfish) atau daging bekicot, mangsa dalam keadaan hidup/segar lebih disukainya. Dari hasil pengamatan isi saluran pencernaan baik betutu muda ataupun dewasa mangsa utama adalah udang air tawar (palaemonidae), serangga air, dan ikan-ikan kecil.
Di Poskan oleh Munawaroh

Rabu, 25 Januari 2017

KANDUNGAN GIZI DAN MANFAAT IKAN BETUTU

KANDUNGAN GIZI DAN MANFAAT IKAN BETUTU


Ikan betutu merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi bukan hanya dikonsumsi lokal melainkan juga merupakan komoditas ekspor. Harga ikan betutu ditingkat eksportir berkisar 120.000-190.000/kg, untuk ukuran 300-400 g/ekor. Bisnis ikan betutu hingga saat ini sebagian besar masih tergantung dari penangkapan di alam.
Secara teknis ikan betutu memang masih sulit untuk dibudidayakan. Namun melalui serangkaian uji coba yang dilakukan oleh para ahli, ikan betutu sudah dapat dipijahkan baik secara alami maupun dengan menggunakan rangsangan hormone. Kendala utama dalam budidaya ikan betutu ialah lamanya pertumbuhan ikan tersebut. Untuk mencapai ukuran siap dibesarkan (50-100 g/ekor) membutuhkan waktu sekitar 8-13 bulan sedangkan untuk mencapai ukuran konsumsi (1-2 ekor/kg) membutuhkan waktu sekitar 2,5 tahun. Salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan budidaya perikanan adalah kualitas benih dan pakan yang baik. Pakan tersebut harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik. Karena dengan pemberian pakan yang berkualitas baik maka akan didapatkan pertumbuhan yang baik pula. Kualitas dari pakan yang baik adalah kandungan gizi yang tinggi, seperti protein yang dibutuhkan oleh benih ikan.
Salah satu pakan alami yang disenangi benih betutu adalah cacing tubifex. Cacing tubifex merupakan jenis pakan alami yang baik bagi pertumbuhan benih ikan. Cacing ini mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu sekitar 58,20%. Cacing tubifex berukuran panjang 1–2 cm, sehingga dapat diberikan kepada benih betutu yang berukuran 3–5 cm, karena sesuai dengan bukaan mulut benih betutu yang berukuran 2 mm.
Jenis ikan air tawar satu ini memang sudah sangat sulit di jumpai baik di sungai tempat habitat hidupnya maupun di pasar–pasar dan harganya lumayan mahal itupun biasanya hanya ada di pasar-pasar tradisional yang tidak jauh dari tempat habitat ikan betutu tersebut. Walaupun sebenarnya ikan betutu ini adalah ikan komoditi ekspor yang sangat tinggi peminatnya maka tak jarang ikan ini hanya tersedia di restoran–restoran yang mahal. Langkanya ikan betutu ini mungkin disebabkan oleh prilaku manusia yang sangat hobi merusak dan mencemari tempat hidup ikan betutu ini. Dulu di kampung-kampung masih banyak sekali pedagang yang menjual ikan betutu ini namun sekarang sudah sangat jarang. Mungkin salah satu penyebabnya adalah perilaku masyarakat yang suka menangkap ikan dengan cara meracuni sungai dengan obat untuk menangkap ikan sejenis obat kimia untuk hama atau sejenis insectisida. Dan dampaknya sangat berbahaya sekali untuk ekosistem perairan sebab banyak ikan yang mabuk dan mati. Dan yang paling mengerikan lagi yang mati tidak hanya ikan–ikan besar tetapi ikan–ikan kecil dan hampir semua jenis hewan air yang hidup di sungai tersebut ikut mati. Ini jelas sangat merusak ekosistem sungai bahkan biota air yang lain ikut punah. Dan apa bila manusia mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi racun maka akan membahayakan kesehatan pada manusia bisa–bisa yang memakannya juga bisa ikut terkena racun. Maka dari itu memang penting sekali kesadaran masyarakat agar kita lebih bijak dalam mengambil sebuah tindakan agar dapat terus menjaga kelestarian alam/lingkungan.
Betutu (Oxyeleotris marmorata) adalah nama sejenis ikan air tawar meskipun agak jarang yang berukuran besar ikan yang menyebar di Asia Tenggara hingga Kepulauan Nusantara ini digemari pemancing karena tarikannya yang kuat dan tiba-tiba. Nama-nama lainnya di pelbagai daerah di Indonesia adalah bakut, bakutut, belosoh (nama umum), boso, boboso, bodobodo, ikan bodoh, gabus bodoh, ketutuk, ikan malas, ikan hantu dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebutmarble goby atau marble sleeper merujuk pada pola-pola warna di tubuhnya yang serupa batu alam kemerahan.


Ikan betutu juga dipercaya mengandung khasiat tertentu bagi kaum wanita dan bagi kaum pria. Bagi kaum wanita ikan betutu dipercaya dapat membuat awet muda dan dapat menambah kehalusan kulit karena banyak mengandung vitamin B1, B2, B6 vitamin F, dan vitamin E sehingga dapat menghambat proses penuaan. Bagi kaum pria ikan betutu dipercaya banyak mengandung enzim dan hormon tertentu sehingga dapat menambah keperkasaan sebagai laki-laki. Dan tentu masih banyak lagi khasiat dan manfaat ikan betutu yang belum di ketahui oleh masyarakat.
Di Poskan oleh Munawaroh

Selasa, 24 Januari 2017

BUDIDAYA IKAN SIDAT

BUDIDAYA IKAN SIDAT



Ikan Sidat (anguilla bicolor) termasuk famili Anguillidae, ordo Apodes. Di Indonesia diperkirakan paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis Ikan Sidat, yaitu : Anguilla encentralis, A. bicolor bicolor, A. borneonsis, A. Bicolor Pacifica, dan A. celebensis. Ikan Sidat mungkin tidak dikenal oleh banyak orang di sini. Tapi, di berbagai negara ikan sidat jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal. Permintaan ekspor sidat terus meningkat dengan harga jualnya juga menggiurkan tapi sayangnya teknik pendederan dan pembesaran yang menjadi dihasilkannya sidat berkualitas dan layak ekspor belum banyak dikuasai. Ikan sidat adalah sejenis belut namun bentuknya lebih panjang dan besar yang mencapai 50 cm. Dimana konsumen asing menganggap cita rasa ikan sidat ini enak dan memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Kandungan vitamin A mencapai 4.700 IU/100 gram, sedangkan hati ikan sidat lebih tinggi lagi, yaitu15.000 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram.
Teknologi budidaya masih baru di Indonesia bahkan budidaya ikan sidat di Indonesia baru ditemukan sekitar tahun 2007 oleh Satuan Kerja Tambak Departemen Kelautan dan Perikanan. Padahal ikan sidat sudah cukup lama dibudidayakan di Jepang dan Thailand. Pengembangan budi daya kedua negara tersebut menggunakan benih dari Indonesia. Melihat permintaan pasar dunia yang sangat besar mendorong Indonesia untuk melakukan budidaya ikan sidat.
Ikan sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa setelah itu ikan sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. ikan sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai. Larva sidat (elver) berhubungan dengan musim diperkirakan larva ikan sidat dimulai pada awal musim hujan akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya. Ikan sidat termasuk ikan karnivora di perairan umum ikan sidat memakan berbagai jenis hewan khususnya organisme benthik seperti crustacea (udang dan kepiting), polichatea (cacing, larva chironomus dan bivalva serta gastropods). Aktivitas makan ikan sidat umumnya pada malam hari (nokturnal).
Ikan sidat telah dibudidayakan secara intensif di Eropa khususnya di Norwegia, Jerman dan Belanda serta Asia yaitu : Jepang, Taiwan dan China daratan. Di negara-negara lain seperti Australia, Indonesia dan beberapa negara Eropa dan Afrika Barat umumnya produksi ikan sidat masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam. Ikan sidat dapat dibudidayakan di dalam ruangan tertutup (indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Di Indonesia dengan suhu lingkungan yang relatif konstan sepanjang tahun maka pemeliharaan Ikan Sidat dapat dilakukan di luar ruangan (out door). Secara praktis ikan sidat dapat dibudidayakan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton (bak beton), pen dan keramba faring apung. Apa pun jenis wadah yang digunakan dalam budidaya ikan sidat yang hamus diperhatikan adalah bagaimana mencegah lolosnya ikan dari media budidaya.
Parameter Perairan Yang Baik Untuk Budidaya Ikan Sidat
a. Suhu.
Pada pemeliharaan benih ikan sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.
b. Salinitas.
Pada pemeliharaan ikan sidat lokal. A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 – 7 ppt.
c. Oksigen Terlarut.
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh ikan sidat berkisar antara 0,5 – 2,5 ppm.
d. pH.
pH optimal untuk pertumbuhan ikan sidat adalah 7 – 8.
e. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N)
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian ikan sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30-40 ppm seluruh ikan sidat mengalami methemoglobinemie.
Kebutuhan Nutrien
Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, ikan sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling).
Budidaya Ikan Sidat Pada Jaring Apung
  • Jaring Apung
Satu unit jaring apung berukuran 7 x 7 x 2,5 m dan mata jaring 2,5 inchi untuk dapat menghindari lolosnya ikan dari jaring apung maka disekeliling tepian kolam bagian atas diberi penutup dari hapa dengan lebar 60 cm.
  • Benih Ikan Sidat
Benih ikan sidat (Anguilla bicolor) berbobot 15-20 gram per ekor dengan panjang 20-30 cm. Benih ikan sidat diperoleh dari laut hasil tangkapan nelayan di perairan umum.
  • Padat Penebaran
Peneberan benih ikan sidat yang akan ditebar di setiap tambak harus sesuai dengan luas tambak dan jumlah benih yang ditebar apabila benih terlalu bayak atau padat maka akan mempengaruhi tinkat pertumbuhan benih ikan yang akan di budidayakan .
  • Pakan
Pakan yang diberikan adalah pakan buatan berbentuk pasta dengan kandungan Protein 47,93%, Lemak 10,03%, Seratkasar 8,00%, BETN 8,32%, Abu 25,71%. Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan konvensi pakan sebesar 1,96. dengan konvensi tersebut akan diperoleh laju perturnbuhan rata-rata 1,46`% dengan mortalitas 9,64 %.
  • Masa Pemeliharaan dan Panen
Pemeliharaan ikan sidat pada kolam keramba jaring apung selama 7-8 bulan, dan masa. panen secara bertahap dapat dimulai pada masa pemeliharaan 4 bulan. Ukuran ikan sidat yang dipanen dapat mencapai ukuran konsumsi yaitu 180-200 gr/ekor. Pemeliharaan ikan sidat pada kolam keramba jaring apung merupakan salah satu alternatif dalam rangka penganekaragaman budidaya ikan pada kolam keramba jaring apung. Namun dalam penerapannya masih perlu diperhatikan kondisi serta kualitas perairan umum yang dipergunakan.
Di Poskan Oleh Munawaroh

Senin, 23 Januari 2017

KLASIFIKASI IKAN KERAPU

KLASIFIKASI IKAN KERAPU



Klasifikasi Ikan Kerapu
Menurut Myers,et.al, (2005), menjelaskan bahwa kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum : Chor data
Sub phylum : Ver tebr ata
Class : Os teichty es
Sub class : Actinopter igi
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Family : Serranidae
Sub family : Epinephel inae
Genus : Epinephelus /Cromileptes / Variola/Plectropomus,
Spesies : (Epinephelus fuscoguttatus)
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) atau sering juga disebut Gr oouper dipasarkan dalam keadaan hidup. Golongan ikan kerapu yang paling banyak adalah golongan Epinepelus sp, namun yang paling banyak di kenal di budidayakan adalah jenis kerapu Lumpur(Epinephelus suillus) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).Golongan Epinephelus memiliki tubuh yang lebih tinggi dari kerapu Lumpur (Epinephelus suillus), dengan bintik-bintik yang rapat dan berwarna gelap, sirip ikan kerapu macan berwarna kemerahan, sedangkan bagian sirip yang lain berwarna coklat kemerahan Sunyoto Dan Mustahal (2000).
Morfologi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mempunyai bentuk badan yang pipih memanjang dan agak membulat (Direktorat Jendral Sudirman Perikanan Deperteman Pertanian, 1979). Mulut lebar dan di dalamnya terdapat gigi kecil yang runcing (Kordi, 2001). Direktorat Jendral Perikanan Depertemen Pertanian (1979), menjelaskan bahwa rahan bawah dan atas dilengkapi dengan gigi yang berderet 2 baris lancip dan kuat. Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mempunyai jari-jari sirip yang keras pada sirip punggung 11 buah, sirip dubur 3 buah, sirip dada 1 buah dan sirip perut 1 buah. Jari-jari sirip yang lemah pada sirip puggung terdapat 15-16 buah, sirip dubur 8 buah, sirip dada 17 buah dan sirip perut 5 buah. Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) memiliki warna seperti sawo matang dengan tubuh bagian verikal agak putih. Pada permukaan tubuh terdapat 4-6 pita vertical berwarna gelap serta terdapat noda berwarna merah seperti warna sawo (Kordi 2001).
Habitat dan Penyebaran
Menurut Heamstra dan ramdall (1993, cit. Anonim 2001) ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan kelompok yang hidup di dasar perairan berbatu dengan kedalaman 60 meter dan daerah dangkal yang mengandung koral. Selama siklus hidupnya memiliki habitat yang berbeda- beda pada setiap fasenya, ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mampu hidup di daerah dengan kedalaman 0.5-3 meter pada area padang lamun selanjutnya menginjak dewasa akan berpinda ke tempat yang lebih dalam lagi, dan perpindahan ikan berlansung pada pagi hari atau menjalan senja (Anonim, 2001). Menurut Tampu Bolon dan Mulyadi (1989) cit. Anonim (2001) menjelaskanbahwa telur dan larva ikan kerapu macan bersifat pelagis sedangkan ikan kerapu muda hingga dewasa bersifat domersal. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifatnoktur nal dimana pada siang hari lebih banyak bersembunyi pada liang-liang karang dan akan beraktifitas pada malam hari unuk mencari makanan. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) tersebar merata dari laut pasifik hingga ke laut merah tetapi lebih dikenal berasal dari teluk persi, Hawai, atau Pholynesia. Ikan kerapu macan terdapat hampir semua perairan pulau tropis Hindia dan samudra pasifik barat dari pantai timur Afrika sampai dengan Mozambika.
Cara Makan dan Jenis Makanan
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan hewan karnifora yang memansa ikanikan kecil, kepiting, dan udang-udangan, sedangkan larva merupakan memansa larva moluska. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifat karnifora dan cenderung menangkap/memansa yang aktif bergerak di dalam kolam air (Nybakken, 1988 Cit. Anonim, 2001), ikan kerapu macan juga bersifat kanibal. Biasanya mulai terjadi saat larfa kerapu berumur 30 hari, dimana pada saat itu larva cenderung berkumpul di suatu tempat dengan kepadatan tinggi. tempat persembunyiannya (Anonim, 1991 cit. Anonim,2001). dengan cara makannya dengan memakang satu per satu makanan yang diberikan sebelum makan tersebut sampai ke dasar (Anonim, 1996 ).
Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad


Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifat hermaprodit protogini, yaitu perubahan kelamin dari betina dan menjelang dewasa akan berubah menjadi jantan Sunyoto dan Mustahal (2000). Ikan kerapu mulai suklus reproduksinya sebagai ikan betina, kemudian akan berubah menjadi ikan jantan yang berfungsi masa interseks dan masa terakhir masa jantan (Afenddy, 1997). Ketika ikan kerapu masih muda (juvenile) gonadnya mempunyai daerah ovarium dan daerah testis. Jaringan ovari kemudian mengisih sebagian gonad dan setelah jaringan ovari berfungsi mampu menhasilkan telur kemudian akan terjadi transisi di mana testisnya akan membesar dan ovarinya mengurut. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang sudah tua umumnya ovarium sudah teroduksi sekali sehingga sebagian besar dari gonad terisi oleh jaringan lain. Fase produksi pada induk betina di capai pada panjang tubuh antara 45-50 cm dengan berat 3-10 kg dan umur kurang lebih 5 tahun, selanjutnya menjadi jantan yang matang gonad pada ukuran minimal 74 cm dengan berat kurang lebih 11 kg.
Di poskan oleh Munawaroh

Kamis, 19 Januari 2017

BUDIDAYA IKAN KERAPU

BUDIDAYA IKAN KERAPU

Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, di antara celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan karnivora yang tergolong kurang aktif ini relatif mudah dibudidayakan karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu peluang usaha yang masih sangat terbuka luas. Dikenal 3 jenis ikan kerapu, yaitu kerapu tikus, kerapu macan, dan kerapu lumpur yang telah tersedia dan dikuasai teknologinya. Dari ketiga jenis ikan kerapu di atas, untuk pengembangan di Kabupaten Kupang ini disarankan jenis ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Hal ini karena harga per kilogramnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan kedua jenis kerapu lainnya. Di Indonesia, kerapu tikus ini dikenal juga sebagai kerapu bebek atau di dunia perdagangan internsional mendapat julukan sebagai panther fish karena di sekujur tubuhnya dihiasi bintik-bintik kecil bulat berwarna hitam.
Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu memegang peranan yang sangat penting. Permilihan lokasi yang tepat akan mendukung kesinambungan usaha dan target produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi untuk budidaya ikan kerapu ini adalah faktor resiko seperti keadaan angin dan gelombang, kedalaman perairan, bebas dari bahan pencemar, tidak mengganggu alur pelayaran, faktor kenyamanan seperti dekat dengan prasarana perhubungan darat, pelelangan ikan (sumber pakan), dan pemasok sarana dan prasarana yang diperlukan (listrik, telpon), dan faktor hidrografi seperti selain harus jernih, bebas dari bahan pencemaran dan bebas dari arus balik, dan perairannya harus memiliki sifat fisik dan kimia tertentu (kadar garam, oksigen terlarut).
Persiapan Budidaya
Budidaya ikan kerapu ini, dapat dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) untuk itu perlu dipilih budidaya dengan menggunakan KJA. Budidaya ikan kerapu dalam KJA akan berhasil dengan baik (tumbuh cepat Dan kelangsungan hidup tinggi) apabila pemilihan jenis ikan yang dibudidayakan ukuran benih yang ditebar dan kepadatan tebaran sesuai.
Kerangka/rakit
Kerangka berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan dapat terbuat dari bahan bambu, kayu, besi bercat anti karat atau paralon dan bahan yang dianjurkan adalah bahan yang relatif murah dan mudah didapati di lokasi budidaya. Bentuk dan ukuran rakit bervariasi tergantung dari ukuran yang digunakan. Setiap unit kerangka biasanya terdiri atas 4 (empat) buah kurungan.
Pelampung
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh saran budidaya termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan. Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau Styrofoam (pelampung strofoam). Ukuran dan jumlah pelampung yang digunakan disesuaikan dengan besarnya beban. Sebagai contoh untuk menahan satu unit kerangka yang terdiri dari empat buah kurungan yang masing-masing berukuran (3x3x3) m3, diperlukan pelampung drum plastik/drum besi volume 200 liter sebanyak 9 buah, atau 11 buah dengan perhitungan 2 buah, untuk menahan beban lain (10/4×9) buah ditambah 2 buah untuk menahan beban tambahan. Pelampung diikat dengan tali polyethyline (PE) yang bergaris tengah 0,8-1,0 cm.
Kurungan
Kurungan atau wadah untuk memelihara ikan, disarankan terbuat dari bahan polyethline (PE) karena bahan ini disamping tahan terhadap pengaruh lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan dengan bahanbahan lainnya. Bentuk kurungan bujur sangkar dengan ukuran (3x3x3)m3. Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang dibudidayakan. Untuk ukuran ikan dengan panjang kurang dari 10 cm lebar mata yang digunakan adalah 8 mm (5/16 inchi). Jika panjang ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata jaring digunakan adalah 25 mm (1 inch), sedangkan untuk ikan dengan ukuran panjang 15-40 cm atau lebih digunakan lebar mata jaring ukuran 25-50 mm (1-2 inch). Pemasangan kurungan pada kerangka dilakukan dengan cara mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar kurungan membentuk kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada keempat sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk mempermudah pekerjaan pengangkatan/penggantian kurungan (lihat gambar 4) untuk mencegah kemungkinan lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa pada bagian atas kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring.
Jangkar
Agar seluruh saran budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus angin maupun gelombang, digunakan jangkar. Jangkar dapat terbuat dari beton atau besi. Setiap unit kurungan jaring apung menggunakan 4 buah jangkar dengan berat antara 25-50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi.
Rancangan Tata Letak Kerangka Jaring Apung
Pengaturan penempatan kerangka jaring apung harus mengacu kepada peraturan yang telah dikeluarkan dalam hal ini tentang Pengembangan Budidaya laut di Perairan Indonesia serta Petunjuk Pelaksanaannya yang telah dikeluarkan. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan tersebut pihak yang berwenang melaksanakan pengatuaran penempatan kurungan jaring apung adalah Pemerintah Daerah setempat dalam hal ini yang bertindak sebagai Instansi Teknis adalah Dinas Perikanan setempat. Penempatan kerangka jaring apung diperairan disarankan tidak lebih dari 10 (sepuluh) buah dalam satu rangkaian. Hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya penumpukan/pengendapan sisa makanan atau kotoran ikan serta limbah lainnya akibat terhambatnya arus juga untuk memudahkan pengelolaan sarana dan ikan peliharaan. Disamping itu sedapat mungkin penempatan kerangka mengacu kepada Rancangan Tata Ruang Satuan Pemukiman (RTSP) untuk memperoleh rancangan menyeluruh yang efisien memiliki aksessibilitas yang tinggi serta aman bagi pelaksanaan kegiatan budidaya.
Pengelolaan Sarana Dan Pemeliharaan
  • Pengelolaan Sarana
Sarana budidaya berupa kerangka/rakit, kurungan apung, pelampung dan lain-lain harus mendapat perawatan secara berkala. Kendala yang biasa terjadi pada budidaya jaring apung ini adalah pengotoran/penempelan oleh organisme penempel ini seperti teritip , algae, kerang-kerangan dan lain-lain dapat terjadi pada semua sarana budidaya yang terendam dalam air. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Untuk menanggulangi organism penempel ini, dilakukan pembersihan jaring secara periodik paling sedikit 1 bulan sekali atau tergantung pada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
  • Pengelolaan Ikan
Kegiatan pengelolaan ikan yang dipelihara dikurungan adalah mengontrol dan mengawasi ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan itu terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu diperhatikan dan diusahakan jangan sampai terjadi stress (keteganan) dan kerusakan fisik pada ikan.
Operasional Budidaya
  • Benih Ikan
Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : ukurannya seragam, bebas penyakit, gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidakberaturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat tubuh. Pemenuhan kebutuhan benih apabila belum dapat dipenuhi dari hasil pembenihan yang ada, bisa dilakukan dengan cara menangkap dari perairan di sekitar lokasi budidaya dan untuk itu dapat digunakan alat tangkap seperti bubu, pukat pantai, sudu atau jala. Benih alam umumnya memiliki ukuran yang tidak seragam oleh karena itu kegiatan penggolongan ukuran (grading) perlu dilakukan. Selain itu proses aklimatisasi/penyesuaian iklim sebelum ikan dibudidayakan perlu dilakukan untuk menghindarkan kematian akibat pengaruh lingkungan/habitat yang baru.
  • Penebaran
Proses sebelum ikan ditebar sering di sebut dengan Aklimatisasi atau adaptasi. Sifat hidup benih tidak terlepas dari sifat siklus hidup induknya, maka dalam adaptasi ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :
a) Waktu Penebaran (waktu penebaran sebaiknya pada saat suhu rendah)
b) Sifat kanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan tinggi
c) Aklimatisasi terutama suhu dan salinitas
Cara aklimatisasi yang umumnya di lakukan terhadap benih pada pengankutan terutama adalah sebagai berikut : kantong plastik di buka, kemudian di ukur suhu dan salinitasnya. jika salinitas sama atau hanya berbedah 1-2o/oo benih bisa di tebar setelah di sesuaikan suhunya. Tetapi jika salinitasnya lebih dari 2o/oo perlu ada pencampuran air dari kolam kedalam plastik sedikit demi sedikit dan secara bertahap dalam selang waktu 4-5 menit hingga salinitas dan suhu sama antara air yang ada dalam plastik dan dalam tambak benih dapat di tebar. Pada penebaran ukuran benih ikan sangat beragam, benih yang digunakan di
  • Pendederan
Yang dimaksud dengan pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih sampai uuran tertentu hingga siap untuk dipelihara dikurungan pembesaran. Lamanya pendederan tergantung dari ukuran awal, tingkat kepadatan dari benih yang dipelihara. berukuran kurang dari 10 cm dengan padat penebaran 100-150 cm diperlukan waktu satu bulan pada kurungan pendederan yang memiliki lebar mata8 mm (5/16 inch). Selanjutnya dipindahkan ke kurungan pendederan yang memiliki lebar mata 25 mm (1 Inch) dengan kepadatan 40-60 ek/m2 selama 2-3 bulan. Benih ikan kerapu ukuran panjang 4–5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran 1,5×3×3 m dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran 3×3×3 m dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram).
  • Pembesaran
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-75 gram/ekor dengan panjang 15 cm atau lebih dari hasil pendederan, selanjutnya dipelihara dalam kurungan pembesaran yang memiliki lebar mata jaring 25-50 mm (1-2 inchi) dengan kepadatan 15-25 ek/m3 dan waktu pemeliharaan dikurungan pembesaran berkisar antara 6-8 bulan.
  • Pakan
Pakan adalah salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan moralitas ikan yang dipelihara. Oleh kjarena itu masalah kuantitas dan kualitas dari pakan yang diberikan layak dipenuhi. Dalam hal ini ikan Kerapu yang dipelihara dikurungan apung. Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan kerapu dalam KJA. Oleh karena itu pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi selera ikan dan harganya. Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara adlibitum (sampai kenyang) sedangkan untuk pembesaran adalah 8-10% dari total berat badan per hari.
Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari sedangkan pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebar dapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah ± 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah. Produk NASA yang dapat digunakan adalah Viterna dan POC NASA, kedua produk ini dicampur terlebih dahulu menjadi satu. Dosis : 1 tutup botol campuran dari 2 produk NASA tersebut dicampurkan pada 1 liter air kemudian disemprotkan atau direndam pada 5 kg pelet atau pakan ikan kerapu lainnya. Selanjutnya dikeringanginkan secukupnya sekitar 15 menit kemudian baru pakan atau pelet ditebar di kolam. Pemberian 1–2 kali/hari pemberian pada pagi atau sore hari.
Pengendalian Hama Dan Penyakit
Hama Menurut Kordi (2002) mengatakan bahwa hama merupakan organisme yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan budidaya di dalam kolam. Hama pada budidaya ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) ada beberapa macam yaitu : predator dan kompotitor Penyakit yang sering di menyerang ikan kerapu ada dua macam yaitu penyakit infeksi adalah penyakit yang dapat mengingfeksi ikan kerapu yaitu berupa jamur, bakteri maupun virus. Sedangkan yang ke dua yaitu penyakit non infeksi adalah penyakit pada ikan kerapu yang di sebabkan oleh tidak sesuaiannya media pemeliharaan ikan kerapu yang ada di tambak dengan kondisi aslinya di alam sehingga menyabakan iksnkerapu tersebut dapat. Sejalan dengan perkembangan usaha budidaya ikan di laut muncul pula beberapa masalah yang dapat menggangu bahkan menghambat perkembangan usaha tersebut misalnya hama dan penyakit ikan.
  • Hama
Hama yang menyerang pada usaha budidaya ikan laut lebih banyak disebabkan oleh hewan pemangsa atau pengganggu lainnya. Hama dapat menyerang apabila kerusakan pada sistem jaring-jaring yang dipergunakan sebagai kurungan pemeliharaan ilan. Kerusakan tersebut mengakibatkan masuknya hewan penggangu atau pemangsa lainnya seperi burung dan lingsang. Walaupun akibat yang ditimbulkan sangat terbatas atau relatif kecil namun hal tersebut tidak boleh diabaikan begitu saja termasuk kerugian akibat adanya pencurian yang dilakukan oleh manusia.
  • Penyakit
Secara umum penyakit dapat diartikan sebagai gangguan dalam fungsi atau struktur suatu organ atau bagian tubuh. Penyakit timbul dikarenakan satu atau berbagai sebab baik berasal dari lingkungan maupun dari tubuh ikan itu sendiri. Hal-hal yang menyebabkan ikan terserang penyakit adalah :
– Cara perawatan yang kurang baik
– Makanan tidak cukup (giji dan jumlah)
– Kekurangan zat asam
– Perubahan suhu dan sifat-sifat air yang mendadak.
Gejala ikan yang terserang penyakit antara lain: kelainan tingkah laku, kurang nafsu makan, kelainan bentuk ikan, kelainan pada permukaan tubuh iakn, Penyakit insang, anus tidak normal, mata tidak normal dll. Penyakit dapat dibagi menjadi 2 golongan bila dilihat dari penyebabnya.
  1. Penyakit non Parasiter : adalah penyakit yang disebabkan oleh factor faktor kimia dan fisika air yang tida cocok bagi ikan seperti: perubahan salinitas air secara mendadak, polusi dan lain sebagainnya. Selain dari itu bisa juga disebabkan oleh kekurangan makanan dan gizi yang buruk, serta stress akibat penanganan yang kurang baik.
  2. Penyakit Parasiter: Penyakit yang biasa menyerang ikan budidaya laut adalah :
    – Golongan virus
    – Golongan bakteri
    – Golongan crustacea
    – Golongan cacing
    – Golongan Protozoa
    – Golongan jamur
    Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas 2 langkah yaitu :
    a) Berdasarkan teknis budidaya tindakan-tindakan yang dilakukan antara lain :
    – menghentikan pemberian pakan terhadap ikan
    – mengganti pakan dengan jenis yang lain
    – memisah-misahkan ikan tersebut dalam beberapa komponen, sehingga densitasnya menjadi rendah.
    b) Berdasarkan terapi kimia hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah:
    – memeriksa sensifitas dari masing-masing obat yang diberikan pada ikan.
    – memperhatikan batas dari dosis masing-masing obat.
    – Tidak memberikan obat sembarangan kepada ikan yang sakit.
Cara pemberian obat :
– Ditenggelamkan dalam tempat budidaya.
– Disebarkan pada permukaan air
– Dicampurkan dalam pakan
– Dengan cara disuntikan
Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah :
– penyakit akibat serangan parasit seperti : parasit crustacea dan flatworm
– penyakit akibat protozoa seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis
– penyakit akibat jamur (fungi) seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis
– penyakit akibat serangan bakteri
– penyakit akibat serangan virus yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).
Panen
Panen dilakukan dan disesuaikan dengan ukuran ikan yang dikehendaki atau permintaan pasar. Untuk mencapai ukuran 600-800 gram per ekor dibutuhkan waktu pemeliharaan selama 6-8 bulan dengan survival rate 80-90%. Panen dilakukan secara total di dalam satu kurungan bisa juga dilakukan secara persial tergantung dari ukuran panen yang dikehendaki. Beberapa hal yang perlu diperhatikan udanntuk menjaga kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan dengan KJA antara lain : penentuan waktu panen, peralatan panen, teknik panen, serta penanganan pasca panen. Watu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi.
Panen sebaiknya dilakukan pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat panen berupa : scoop, kerancang, timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi. Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual.


Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ½-2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalanan yaitu 19-21°C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi dan kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah. Cara pengangkutan yang umum digunakan adalah dengan pengangkutan tertutup dan umumnya untuk pengangkutan dengan pesawat udara untuk itu 1 kemasan untuk 1 ekor ikan dengan berat rata-rata 500 gram.
Di Poskan olaeh Munawaroh