JARING-JARING TERAPUNG
A. Potensi yang
Terabaikan
Berbicara tentang kekayaan
alam, Indonesia memang sudah kondang di seluruh penjuru dunia. Begitu juga
dengan potensi perikanan air tawarnya, khususnya perikanan perairan umum, sudah
tidak perlu disangsikan lagi. Menurut catatan, luas perairan umum Indonesia
diperkirakan lebih dari 50 juta ha, terdiri dari perairan rawa 39,4 juta ha,
perairan sungai beserta lebaknya 11,95 ha, serta danau. Alam dan danau buatan
(waduk) tercatat seluas 2,1 juta ha.
Sayang sekali, potensi
perairan umum yang begitu luas itu belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk usaha
perikanan, khususnya budidaya ikan. Untuk sementara waktu, barangkali hal ini
masih dapat dimaklumi karena hingga saat ini ia masih 'bermurah hati' menyerahkan
ikan-ikannya untuk di tangkap dengan mudah, terutama daerah-daerah di luar
pulau Jawa. Namun, untuk Pulau Jawa, harapan itu rasanya mengecewakan karena
besamya persaingan nelayan dan makin menipisnya populasi ikan di perairan umum
dari
waktu ke waktu. Agar tidak selalu kecewa, tidak ada salahnya bila mulai
sekarang kita mencoba untuk memanfaatkan perairan umum, bukan lagi dengan usaha
penangkapan yang mengharapkan kemurahan alam, melainkan dengan usaha budidaya
ikan.
Usaha ke arah pembudidayaan ikan di perairan umum,
kian hari memang terasa kian mendesak. Hal ini pertu di maklumi karena usaha
penangkapan yang ttdak diimbangi dengan usaha budidaya dan penebaran ikan (restocking),
lambat laun akan mengakibatkan terganggunya kelestarian sumber daya perairan.
Memang kita tidak bisa memungkiri lagi bahwa sejak
zaman Jepang sekitar tahun 1940-an, sudah ada beberapa masyarakat di Jawa Barat
yang mencoba memanfaatkan perairan umum, khususnya sungai, untuk usaha budidaya
ikan.
Caranya ialah dengan mengurung
ikan dalam sebuah kurungan bambu, kini lebih populer dengan nama keramba.
Budidaya ikan dengan sistem keramba ini memang akhirnya berkembang, namun hanya
terbatas pada perairan sungai. Padahal potensi perairan umum
bukan hanya perairan sungai saja, melainkan masih ada danau, waduk, maupun
rawa. Boleh dikata bahwa potensi yang masih terbentang luas itu hingga saat ini
belum tersentuh.
B. Keramba jaring Terapung
Kalau saja kita punya sedikit kemampuan, sebenarnya
potensi perairan umum, seperti waduk dan danau, dapat kita manfaatkan untuk
usaha budidaya ikan. Waduk merupakan genangan air yang terbentuk akibat
pembendungan aliran sungai oleh manusia. Contoh waduk yang kini dikenal dengan
nama danau buatan adalah Waduk Saguling, Cirata, Jatiluhur, Kedungombo, dan Gajah
Mungkur. Di Indonesia, luas waduk tercatat sekitar 50.000 ha, dan pada tahun
2.000 nanti diperkirakan mencapai 500.000 ha. Sedangkan yang dimaksud dengan
danau adalah genangan air yang luas dengan tinggi dan luas permukaan airnya
berfluktuasi kecil, kedalamannya dapat dangkal ataupun sangat dalam, letaknya
biasanya jauh dari laut, dan terbentuk secara alami. Perairan umum berupa danau
ini banyak tersebar di Indonesia.
Beberapa danau yang cukup potensial dalam pengembangan usaha budidaya
perikanan di antaranya adalah Danau Laut Tawar, Toba, Maninjau, Singkarak,
Ranau, Kerinci, Tempe, Tondano, Poso, Limboto, dan Beratan.
Bila di sungai dikenal budidaya ikan sistem keramba,
maka di waduk dan danau dapat diterapkan cara budidaya ikan dalam keramba
jaring terapung. Budidaya ikan dengan sistem ini pada
prinsipnya mirip dengan sistem keramba.
Keramba biasanya digunakan untuk
menyebut wadah budidaya ikan yang terbuat dari bahan bambu bilah. Ukuran wadah
ini biasanya relatiflebih kecil, sekitar 2 x 1,5 x 1 meter, berbentuk kotak.
Istilah keramba dahulu hanya popular di
daerah Jawa Barat saja. Di daerah
lain di Indonesia, keramba ini dimodifikasi lagi. Bahannya tidak lagi hanya
terbuat dari bambu bilah saja, melainkan dapat dibuat dari bahan kayu ataupun
kawat. Wadah modifikasi barn ini, selain ada yang menyebutnya dengan nama
keramba, ada juga yang menyebutnya dengan nama haba atau sangkar, terutama di
daerah Sumatera dan Kalimantan. Selain itu, wadah budidaya berupa keramba ini
seluruhnya tertutup oleh bahan pembuatnya, dilengkapi dengan pintu di bagian
atas. Jarak antarbilah bambu atau kayu biasanya sekitar 2 cm atau sesuai dengan
besar kecilnya ikan yang dibudidayakan.
Lain keramba, lain pula keramba jaring
terapung. Yang dimaksud dengan istilah keramba jaring terapung adalah wadah berupa keramba
jaring yang letaknya terapung di
permukaan air. Penyebab wadah ini menjadi terapung karena ia disangga oleh pengapung yang dapat berupa drum. Agar
dapat berfungsi, wadah ini dikaitkan pada sebuah rakit berbentuk bujur sangkar
atau empat persegi panjang. Biasanya wadah ini diletakkan di perairan waduk dan danau. Bahkan ada juga
yang meletakkannya di rawa atau perairan umum lainnya yang berkedalaman lebih
dari 2 meter. Namun, yang perlu diperhatikan adalah perairan tersebut tidak
tergenang atau tidak terlalu deras alirannya.
Beberapa anggota masyarakat ada yang
menyebutnya dengan "keramba jaring apung", "keramba kolam
terapung", "jaring keramba terapung" (sering disingkat
"jakapung"). Sebutan tersebut masih tetap dipergunakan selain sebutan
"keramba jaring terapung" ini.
Secara garis besar, perbedaan prinsip
keramba dan keramba jaring terapung hanyalah terletak pada bahan pembuat dan
ukuran wadah. Keramba terbuat dari bambu atau kayu atau kawat dan relatif
berukuran kecil, sedangkan keramba jaring
terapung terbuat dari bahan nilon yang dijurai atau dirangkai membentuk
kerambadan relatif berukuran besar.
Bagi masyarakat luas, budidaya ikan
dalam keramba jaring terapung, boleh
jadi merupakan hal yang baru. Pen- dapat ini ada benamya juga. Sebab sistem
budidaya ini memang baru diujicobakan dan dikembangkan oleh Balai Penelitian
Perikanan Darat (sekarang Balai Penelitian Perikanan Air Tawar-Balitkanwar),
sekitar tahun 1978 di perairan Situ Lido, Bogor. Kemudian berturut-turut pada
tahun 1982 di Waduk Jatiluhur, Kelapa Dua, dan Cibubur–Jakarta, tahun 1984
diDanau Tondano-Sulawesi Utara, Chekdam Guna Sari-Jawa Barat; serta pada tahun
1986 di Riam Kanan-Kalimantan Selatan dan Danau Toba -Sumatera Utara.
Dari berbagai uji coba tersebut, hasilnya memang
menggembirakan dan memiliki prospek cerah. Hasil itu tentu saja layak
disebarluaskan, terlebih lagi bagi mereka yang tinggal di wilayah sekitar
perairan waduk ataupun danau.
Beberapa tahun terakhir ini, dampak uji coba itu memang
sangat terasa "gemanya". Budidaya ikan dalam keramba jaring terapung ini mulai berkembang dan semakin
diminati masyarakat. Sebagai misal di Waduk Saguling, Cirata, hingga di
Gajah Mungkur nyata tersebar puluhan hingga ratusan unit keramba jaring terapung.
Budidaya ikan dalam keramba jaring terapung berprospek cerah.
Besarnya minat
masyarakat membudidayakan ikan dalam keramba jaring terapung memang sangat beralasan. Hal ini disebabkan karena dengan sistem ini, mereka dapat
memetik beberapa keuntungan sekaligus. Misalnya, bila harus membangun kolam,
ongkos produksi untuk penyediaan tanah berkurang. Selain itu, sistem ini dapat
mengatasi berkurangnya lahan budidaya ikan akibat terdesak oleh kegiatan
pertanian, industri, serta pembangunan pemmahan. Secara teknis, keuntungan yang
bisa diperoleh antara lain adalah intensifikasi produksi ikan dan optimasi
penggunaan pakan dapat diterapkan, pesaing dan pemangsa ikan mudah
dikendalikan, serta pengelolaan dan pemanenan tidak terlalu rumit. Dari beberapa
kelebihan itu, keuntungan secara ekonomi tidak perlu disangsikan lagi, sudah
pasti diperoleh.
C. Ada Aturan
Khusus
Menurut beberapa pengusaha dan petani yang sempat dihubungi, budidaya ikan
dalam keramba jaring terapung memang
sangat menguntungkan. Namun, untuk meraihnya, kita tidak boleh hantam kromo.
Dengan kata lain, untuk meraih keuntungan, sebelumnya beberapa aturan khusus
harus terpenuhi. Pemanfaatan danau dan waduk itu menyangkut kepentingan
masyarakat luas. Kita dituntut agar fungsi utama perairan, kelestarian sumber
daya hayati, dan ekosistem perairan harus diperhatikan. Jadi kita bertanggung
jawab moral untuk tetap memelihara lingkungan hidup.
Dalam pemilihan lokasi pun, kita hams memperhitungkan secara matang dan
cermat, mulai dari segi teknis, social ekonomi, hingga perizinannya. Demikian
juga saat merancang dan pemasangan kerangka ataupun keramba jaring nya, kita
harus melakukannya dengan cermat dan memperhitungkan dengan matang.
Setelah menginjak tahap budidaya, semakin bertambah pula hal-hal yang harus
diperhatikan, mulai dari penebaran hingga pemanenan ikan. Semuanya ini harus
kita lakukan
sesuai dengan aturan.
Rasanya memang tidak
berlebihan kalau segala pekerjaan yang bersangkut paut dengan khalayak ramai
dan rupiah memang seyogianya kita tidak melakukannya secara gegabah dan
asal-asalan.
Diposkan oleh Munawaroh,S.P.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar