Selasa, 18 April 2017

JARING-JARING TERAPUNG

JARING-JARING TERAPUNG
                                                         

A.  Potensi yang Terabaikan

Berbicara tentang kekayaan alam, Indonesia memang sudah kondang di seluruh penjuru dunia. Begitu juga dengan potensi perikanan air tawarnya, khususnya perikanan perairan umum, sudah tidak perlu disangsikan lagi. Menurut catatan, luas perairan umum Indonesia diperkirakan lebih dari 50 juta ha, terdiri dari perairan rawa 39,4 juta ha, perairan sungai beserta lebaknya 11,95 ha, serta danau. Alam dan danau buatan (waduk) tercatat seluas 2,1 juta ha.
Sayang sekali, potensi perairan umum yang begitu luas itu belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk usaha perikanan, khususnya budidaya ikan. Untuk sementara waktu, barangkali hal ini masih dapat dimaklumi karena hingga saat ini ia masih 'bermurah hati' menyerahkan ikan-ikannya untuk di tangkap dengan mudah, terutama daerah-daerah di luar pulau Jawa. Namun, untuk Pulau Jawa, harapan itu rasanya mengecewakan karena besamya persaingan nelayan dan makin menipisnya populasi ikan di perairan umum dari


waktu ke waktu. Agar tidak selalu kecewa, tidak ada salahnya bila mulai sekarang kita mencoba untuk memanfaatkan perairan umum, bukan lagi dengan usaha penangkapan yang mengharapkan kemurahan alam, melainkan dengan usaha budidaya ikan.
Usaha ke arah pembudidayaan ikan di perairan umum, kian hari memang terasa kian mendesak. Hal ini pertu di maklumi karena usaha penangkapan yang ttdak diimbangi dengan usaha budidaya dan penebaran ikan (restocking), lambat laun akan mengakibatkan terganggunya kelestarian sumber daya perairan.
Memang kita tidak bisa memungkiri lagi bahwa sejak zaman Jepang sekitar tahun 1940-an, sudah ada beberapa masyarakat di Jawa Barat yang mencoba memanfaatkan perairan umum, khususnya sungai, untuk usaha budidaya ikan.
Caranya ialah dengan mengurung ikan dalam sebuah kurungan bambu, kini lebih populer dengan nama keramba. Budidaya ikan dengan sistem keramba ini memang akhirnya berkembang, namun hanya terbatas pada perairan sungai. Padahal potensi perairan umum bukan hanya perairan sungai saja, melainkan masih ada danau, waduk, maupun rawa. Boleh dikata bahwa potensi yang masih terbentang luas itu hingga saat ini belum tersentuh.

B.  Keramba jaring  Terapung

Kalau saja kita punya sedikit kemampuan, sebenarnya potensi perairan umum, seperti waduk dan danau, dapat kita manfaatkan untuk usaha budidaya ikan. Waduk merupakan genangan air yang terbentuk akibat pembendungan aliran sungai oleh manusia. Contoh waduk yang kini dikenal dengan nama danau buatan adalah Waduk Saguling, Cirata, Jatiluhur, Kedungombo, dan Gajah Mungkur. Di Indonesia, luas waduk tercatat sekitar 50.000 ha, dan pada tahun 2.000 nanti diperkirakan mencapai 500.000 ha. Sedangkan yang dimaksud dengan danau adalah genangan air yang luas dengan tinggi dan luas permukaan airnya berfluktuasi kecil, kedalamannya dapat dangkal ataupun sangat dalam, letaknya biasanya jauh dari laut, dan terbentuk secara alami. Perairan umum berupa danau ini banyak tersebar di Indonesia.  Beberapa danau yang cukup potensial dalam pengembangan usaha budidaya perikanan di antaranya adalah Danau Laut Tawar, Toba, Maninjau, Singkarak, Ranau, Kerinci, Tempe, Tondano, Poso, Limboto, dan Beratan.

Bila di sungai dikenal budidaya ikan sistem keramba, maka di waduk dan danau dapat diterapkan cara budidaya ikan dalam keramba jaring  terapung. Budidaya ikan dengan sistem ini pada prinsipnya mirip dengan sistem keramba.

Keramba biasanya digunakan untuk menyebut wadah budidaya ikan yang terbuat dari bahan bambu bilah. Ukuran wadah ini biasanya relatiflebih kecil, sekitar 2 x 1,5 x 1 meter, berbentuk kotak. Istilah keramba dahulu hanya popular di  daerah  Jawa Barat saja. Di daerah lain di Indonesia, keramba ini dimodifikasi lagi. Bahannya tidak lagi hanya terbuat dari bambu bilah saja, melainkan dapat dibuat dari bahan kayu ataupun kawat. Wadah modifikasi barn ini, selain ada yang menyebutnya dengan nama keramba, ada juga yang menyebutnya dengan nama haba atau sangkar, terutama di daerah Sumatera dan Kalimantan. Selain itu, wadah budidaya berupa keramba ini seluruhnya tertutup oleh bahan pembuatnya, dilengkapi dengan pintu di bagian atas. Jarak antarbilah bambu atau kayu biasanya sekitar 2 cm atau sesuai dengan besar kecilnya ikan yang dibudidayakan.

Lain keramba, lain pula keramba jaring terapung. Yang dimaksud dengan istilah keramba jaring  terapung adalah wadah berupa keramba jaring  yang letaknya terapung di permukaan air. Penyebab wadah ini menjadi terapung karena ia disangga  oleh pengapung yang dapat berupa drum. Agar dapat berfungsi, wadah ini dikaitkan pada sebuah rakit berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. Biasanya wadah ini diletakkan  di perairan waduk dan danau. Bahkan ada juga yang meletakkannya di rawa atau perairan umum lainnya yang berkedalaman lebih dari 2 meter. Namun, yang perlu diperhatikan adalah perairan tersebut tidak tergenang atau tidak terlalu deras alirannya.

Beberapa anggota masyarakat ada yang menyebutnya dengan "keramba jaring apung", "keramba kolam terapung", "jaring keramba terapung" (sering disingkat "jakapung"). Sebutan tersebut masih tetap dipergunakan selain sebutan "keramba jaring terapung" ini.

Secara garis besar, perbedaan prinsip keramba dan keramba jaring terapung hanyalah terletak pada bahan pembuat dan ukuran wadah. Keramba terbuat dari bambu atau kayu atau kawat dan relatif berukuran kecil, sedangkan keramba jaring  terapung terbuat dari bahan nilon yang dijurai atau dirangkai membentuk kerambadan relatif berukuran besar.

Bagi masyarakat luas, budidaya ikan dalam keramba jaring  terapung, boleh jadi merupakan hal yang baru. Pen- dapat ini ada benamya juga. Sebab sistem budidaya ini memang baru diujicobakan dan dikembangkan oleh Balai Penelitian Perikanan Darat (sekarang Balai Penelitian Perikanan Air Tawar-Balitkanwar), sekitar tahun 1978 di perairan Situ Lido, Bogor. Kemudian berturut-turut pada tahun 1982 di Waduk Jatiluhur, Kelapa Dua, dan Cibubur–Jakarta, tahun 1984 diDanau Tondano-Sulawesi Utara, Chekdam Guna Sari-Jawa Barat; serta pada tahun 1986 di Riam Kanan-Kalimantan Selatan dan Danau Toba -Sumatera Utara.

Dari berbagai uji coba tersebut, hasilnya memang menggembirakan dan memiliki prospek cerah. Hasil itu tentu saja layak disebarluaskan, terlebih lagi bagi mereka yang tinggal di wilayah sekitar perairan waduk ataupun danau.
Beberapa tahun terakhir ini, dampak uji coba itu memang sangat terasa "gemanya". Budidaya ikan dalam keramba jaring  terapung ini mulai berkembang dan semakin diminati masyarakat.  Sebagai  misal di Waduk Saguling, Cirata, hingga di Gajah Mungkur nyata tersebar puluhan hingga ratusan unit keramba jaring  terapung.

Budidaya ikan dalam keramba jaring  terapung berprospek cerah.

Besarnya minat masyarakat membudidayakan ikan dalam keramba jaring  terapung memang sangat beralasan. Hal ini disebabkan karena dengan sistem ini, mereka dapat memetik beberapa keuntungan sekaligus. Misalnya, bila harus membangun kolam, ongkos produksi untuk penyediaan tanah berkurang. Selain itu, sistem ini dapat mengatasi berkurangnya lahan budidaya ikan akibat terdesak oleh kegiatan pertanian, industri, serta pembangunan pemmahan. Secara teknis, keuntungan yang bisa diperoleh antara lain adalah intensifikasi produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan, pesaing dan pemangsa ikan mudah dikendalikan, serta pengelolaan dan pemanenan tidak terlalu rumit. Dari beberapa kelebihan itu, keuntungan secara ekonomi tidak perlu disangsikan lagi, sudah pasti diperoleh.

C.  Ada Aturan Khusus
Menurut beberapa pengusaha dan petani yang sempat dihubungi, budidaya ikan dalam keramba jaring  terapung memang sangat menguntungkan. Namun, untuk meraihnya, kita tidak boleh hantam kromo. Dengan kata lain, untuk meraih keuntungan, sebelumnya beberapa aturan khusus harus terpenuhi. Pemanfaatan danau dan waduk itu menyangkut kepentingan masyarakat luas. Kita dituntut agar fungsi utama perairan, kelestarian sumber daya hayati, dan ekosistem perairan harus diperhatikan. Jadi kita bertanggung jawab moral untuk tetap memelihara lingkungan hidup.
Dalam pemilihan lokasi pun, kita hams memperhitungkan secara matang dan cermat, mulai dari segi teknis, social ekonomi, hingga perizinannya. Demikian juga saat merancang dan pemasangan kerangka ataupun keramba jaring nya, kita harus melakukannya dengan cermat dan memperhitungkan dengan matang.
Setelah menginjak tahap budidaya, semakin bertambah pula hal-hal yang harus diperhatikan, mulai dari penebaran hingga pemanenan ikan. Semuanya ini harus kita lakukan
sesuai dengan aturan.
Rasanya memang tidak berlebihan kalau segala pekerjaan yang bersangkut paut dengan khalayak ramai dan rupiah memang seyogianya kita tidak melakukannya secara gegabah dan asal-asalan.


Diposkan oleh Munawaroh,S.P.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar