PEMIJAHAN PATIN
Pemijahan
Ikan Patin
Ikan patin merupakan jenis
ikan konsumsi air tawar yang dikenal sebagai
komoditi yang berprospek cerah,
karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah
yang menyebabkan ikan patin
mendapat perhatian dan diminati oleh para
pengusaha untuk
membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian
makanan tambahan. Pada
pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa
mencapai panjang 35-40 cm. Pada
perairan yang tidak mengalir dengan kandungan
oksigen rendahpun sudah memenuhi
syarat untuk membesarkan ikan ini. Adapun
klasifikasi ikan patin adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidei
Famili : Schilbeidae
Genus : Pengasius
Ikan patin berbadan
panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti
perak, punggung berwarna
kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut
terletak di ujung kepala agak di
sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan
catfish).
Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang
berfungsi
sebagai peraba.
1.
Pemeliharaan Induk
Dalam kegiatan pembenihan
ikan, pemeliharaan induk merupakan salah satu
faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas dan kuantitas benih yang
dihasilkan.
meliputi:
·Wadah dan
media pemeliharaan
Wadah yang digunakan untuk
pemeliharaan induk dapat berupa kolam tanah
atau bak beton.Sebaiknya bak
pemeliharaan dilengkapi dengan waring yang
Pada kegiatan ini, ada beberapa
hal yang harus di perhatikan yang ukurannya
di sesuaikan dengan ukuran bak.
Penggunaan waring ini bertujuan untuk
memudahkan saat melakukan seleksi
induk.
Pada bak pemeliharaan
induk, ketinggian air berkisar antara 1,2-1,5 m dengan
kepadatan 2-3 ekor/m2. Pada
bak ini juga sebaiknya terdapat saluran pembuangan
dan pemasukan air agar memudahkan
dalam pengelolaan media pemeliharaan.
· Pakan
induk
Pakan induk dapat
menggunakan pakan komersil dengan kandungan protein
antara 28-32%. Kandungan pakan
ini sangat berpengaruh terhadap kualiatas telur
yang dihasilkan. Pemberian pakan
dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu
pada pagi dan sore hari. Jumlah
pakan yang diberikan sebanyak 2% dari biomass
(Hamid dkk, 2007).
Misalkan, induk sebanyak
50 ekor dengan berat rata-rata 3 kg/ekor. Jadi,
berata biomassnya adalah 150 kg.
Pakan yang harus di berikan adalah 2% dari 150
kg, sebanyak 3 kg. Pakan ini
dibagi menjadi dua bagian, 1,5 kg di berikan pada pagi
hari dan 1,5 kg diberikan pada
sore hari.
2.
Seleksi Induk
Seleksi induk adalah
kegiatan yang dilakukan untuk memilih induk yang siap
untuk dipijahkan. Sebelum
melakukan seleksi, induk terlebih dahulu diberok selama
1 hari dengan tujuan agar
memudahkan dalam seleksi yaitu induk yang membesar
perutnya adalah benar-benar induk
yang matang gonad bukan karena pakan (Kordi,
2005).
Induk yang diseleksi
adalah induk yg telah berumur lebih dari 3 tahun dengan
berat 1,5-2 kg untuk jantan dan
1,5-2 kg untuk betina.
Ciri-ciri induk patin yang
sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah
sebagai berikut :
a. Induk betina
·
Umur tiga tahun.
·
Ukuran 1,5–2 kg.
·
Perut membesar ke arah anus.
·
Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
·
Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
·
Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
·
kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur
yang
·
bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk
jantan
·
Umur dua tahun.
·
Ukuran 1,5–2 kg.
·
Kulit perut lembek dan tipis.
·
Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
·
Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
3. Pemijahan
Penyuntikan
Pemijahan
pada ikan patin dilakukan secara buatan dengan menggunakan
hormon
stimulan yang berfungsi untuk menstimulasi kematangan gonad yaitu melalui
pemberian
ovaprim. Dosis yang biasa digunakan antara 0,50-0,75 cc/kg untuk induk
betina,
(Kordi, 2005). Sedangkan untuk induk jantan tidak ada perlakuan atau tidak
dilakukan
penyuntikan sebelum dilakukan pemijahan.
Penyuntikan dilakukan pada
punggung yaitu dibawah sirip secara intra muscular (Khairuman, 2002).
Penyuntikan dilakukan sebanyak dua kali. Penyuntikan pertama dapat dilakukan
pada malam hari
yaitu pada pukul 22.00 dengan dosis 1/3 dari
total dosis, sedangkan penyuntikan kedua
dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul
09.00 sebanyak 2/3 dari dosis total.
Induk yang telah di
suntik, kemudian dimasukkan kembali ke dalam bak.
Setelah 8 – 12 jam penyuntikan,
dapat dilakukan stripping untuk
mengeluarkan telur
dan sperma induk.
Strippng
Induk yang telah siap
untuk distripping kemudian diangkat dan dikeringkan
terlebih dahulu dengan handuk
atau kain lainnya untuk menghindari masuknya air ke
dalam waskom. Proses stripping
dilakukan dengan metode kering (dry
stripping).
Stripping dilakukan dengan cara
mengurut bagian perut induk betina ke arah
belakang. Telur yang keluar
ditampung dengan menggunakan waskon yang telah
dikeringkan sebelumnya.
Setelah selesai striping
telur, kemudian dilakukan pengambilan sperma.
Sperma diambil dengan cara
mengurut bagian perut induk jantan ke arah belakang.
Sperma yang keluar dari papila
ditampung di dalam mangkok yang telah dibersihkan.
Setelah telur tertampung
di dalam waskom kemudian sperma dimasukkan ke
dalam telur dan diaduk dengan
menggunakan bulu ayam sampai sperma dan telur
tercampur merata. Pengadukan
dilakukan perlahan, setelah telur dan sperma
tercampur rata kemudian
ditambahkan air sedikit demi sedikit agar sperma aktif dan
dapat membuahi telur.
Telur yang telah terbuahi
ini kemudian dimasukkan ke dalam air yang dicampur
dengan lumpur yang terlebih
dahulu air yang dicampur lumpur ini di rebus sampai
mendidih agar streril. Tujuan
pencampuran telur dengan air yang di campur lumpur
ini agar telur tidak lengkat satu
dengan dengan yang lain. Kemudian telur dibilas
hingga bersih dan siap untuk di
tetaskan
·Penetasan
telur
Telur-telur hasil stripping dapat di tetaskan dalam akuarium atau bak
penetasan. Sebelum penebaran
telur, terlebih dahulu bak atau akuarium di bersihkan
kemudian diisi air setinggi 20 cm
dan dipasang aerasi dan Heater untuk
menjaga
suhu media penetasan.
Selama proses penetasan
kondisi suhu selalu dikontrol agar tetap stabil yaitu
pada kisaran 28-31 0C. Jika
suhu dibawah 28 0C maka heater dinyalakan dan jika
suhu 31 0C maka
heater dimatikan. Telur akan menetas berkisar antara 28-28 jam
pada suhu 28-290C (Siregar,
2001).
Setelah telur menetas,
wadah penetasan di bersihkan dengan cara menyipon
cangakang dan telur yang tidak
menetas. Wadah yang digunakan untuk penetasan
dapat juga digunakan sebagai
pemeliharaan larva dengan cara membuang air
hingga 90%. Tetapi sebaiknya
larva dipelihara pada wadah dan media yang baru
agar lebih steril.
4.
Pemeliharaan Larva
Larva ikan patin dapat
dipelihara di dalam akuarium, setiap akuarium dipasang
1 titik aerasi. Ketinggian air
pada saat pemeliharaan 20 cm dan sejalan
pertumbuhannya air ditinggikan
menjadi 30 cm. Ruangan yang digunakan tertutup
rapat untuk menjaga suhu agar
tidak fluktuatif. Pada
akuarium yang diletakan pada
ruangan tertutup digunakan kompor
untuk memanaskan ruangan serta air di
akuarium.Untuk menjaga kualitas
air dilakukan penyiponan pada pagi hari dan
pergantian air sebanyak 60-70%
setiap 2-3 hari sekali (Khairuman dan Sudenda,
2002). Pada saat larva berumur
1-2 hari, belum di beri pakan karena masih memiliki
yolk
sac sebagai cadangan makanannya. Larva yang telah berumur 3 hari
diberi
pakan berupa Artemia sp. yang diberikan secara adlibitum
dengan frekuensi 2 jam
sekali. Setelah larva berumur 4
hari dapat diberi pakan alami berupa kutu air (Dapnia
sp. dan Moina sp.) dan cacing sutra (Tubifex) yang dicacah terlebih dahulu,
diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 3-4 jam sekali. Larva yang berumur lebih dari 5
hari,
di berikan pakan berupa cacing
sutra (Tubifex) yang dicacah terlebih dahulu, diberikan secara adlibitum dengan
frekuensi 3-4 jam sekali. Pemeliharaan larva ini berlangsung hingga umur 15
hari. Larva yang
berumur 15 hari dengan
menggunakan pakan Tubifex dapat
mencapai ukuran 0,75 inchi.
5.
Panen Benih
Pemanenan larva patin
dilakukan saat larva telah berumur 15 hari.. Panen
dilakukan dengan cara air pada
akuarium dikurangi sebanyak 70-80%, kemudian
diambil dengan menggunakan
skopnet dan ditampung kedalam waskom.
Setelah larva terkumpul,
kemudian dimasukkan dalam jaring untuk dilakukan
greding. Setelah larva dalam
jaring, kemudian air dipercik-percikkan agar larva yang
berukuran lebih kecil keluar dari
jaring. Sedangkan larva yang tertampung dalam
jaring dipindahakan kedalam
akuarium lain. Kegiatan tersebut dilakukan terus
menerus sampai semua larva
tergreding semua.
Ikan yang berukuran kecil
akan keluar dari jaring sedangkan yang berukuran
yang lebih besar akan
terperangkap dalam jaring. Ikan yang lolos dikembalikan
dalam akuarium untuk dibesarkan
kembali. ditampung juga dalam wadah yang terpisah.
Sedangkan ikan yang terperangkap Setelah
semua benih di greding,kemudian larva
di pindahkan ke wadah
pemeliharaan untuk didederkan.
6.
Penanganan Penyakit
Pengamatan terhadap
penyakit hanya dilakukan seacara visual. Penyakit yang
sering terjadi pada saat
pemeliharaan jamur, larva yaitu bintik putih atau White Spot,dan
perut pecah, akibat bakteri. Susanto
dan Amri (2002) menyatakan bahwa penyakit yang
sering menyerang ikan patin yaitu
berupa penyakit bintik putih, jamur dan bakteri.
Untuk menjaga dari terserangnya
penyakit setiap selesai pergantian air selalu diberikan
larutan garam dapur sebanyak 10 mg/liter.
Ikan yang sakit karena white spot diobati dengan mengunakan Methylene
blue
sebanyak 1 ppm. Jika benih
terserang bakteri dengan ciri perut kembung tidak perlu
diobati langsung saja dimusnahkan
sebab apabila tidak dimusnahkan dikawatirkan
akan menular pada benih ikan yang
lain. Untuk mencegah penyakit yang terbawa
oleh cacing Tubifex sebagai pakan benih ikan, maka sebelum diberikan kepada
benih ikan tersebut, cacing
direndam dalam larutan KMnO4 5-10 ppm selama 10 -15
menit sebagai disinfektan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar