BAHAYA FORMALIN DALAM PRODUK PERIKANAN DAN ALTERNATIF PENGGANTINYA
FORMALIN DALAM PRODUK PERIKANAN
Pendahuluan
Merebaknya
isu penggunaan bahan kimia berbahaya dalam penanganan dan pengolahan hasil
perikanan akhir-akhir ini akan berdampak negatif terhadap upaya pemerintah
untuk melaksanakan program Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan. Pasalnya,
masyarakat yang sudah mempunyai minat akan makan ikan akan surut begitu
mendengar sebagian ikan yang tersedia di pasar mengandung bahan berbahaya,
apalagi bagi masyarakat yang belum memahami pentingnya makan ikan. Di samping itu, kandungan formalin pada produk-produk
perikanan indonesia dapat menjadi alat bagi negara-negara importir untuk
menolak produk-produk perikanan asal indonesia. Lalu, apa sebenarnya formalin,
fungsinya dan efeknya terhadap kesehatan?
Cara Mengenali Formalin
Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam
bentuk larutan 40 %, berupa cairan jernih, tidak berwarna dengan bau menusuk.
Berbagai macam fungsi formalin diantaranya adalah :
1. Sebagai
antiseptik untuk membunuh mikroorganisme
2. Bahan
pengawet hewan kecil, serangga hingga mayat manusia
3.
Desinfektan misal untuk mensterilkan kandang
4. Dalam
kosmetika digunakan sebagai deodorant dan antihidrolitik (menghambat keringat )
5. Bahan
tambahan dalam pembuatan kertas tissue untuk toilet
6. Bahan
baku dalam industri lem playwood, resin maupun tekstil
Berdasarkan penelitian, formalin bersifat karsinogen
yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker pada manusia.
Konsumsi formalin dalam dosis rendah, dapat
menyebabkan mual, muntah, rasa terbakar pada tenggorakan, sakit perut akut,
mencret darah, depresi syaraf dan gangguan peredaran darah. Pada dosis tinggi
berakibat konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), muntah darah dan
bahkan bisa menyebabkan kematian.
Jika formalin dikonsumsi secara terus menerus dan
dalam jangkla waktu yang panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati, jantung,
otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal. Mengingat
besarnya bahaya yang ditombulkan, formalin dilarang digunakan sebagai bahan
tambahan makanan.
Alasan Penggunaan Formalin
Bagi sebagian nelayan adalah lebih ekonomis karena 1
kg formalin dapat dibeli dengan harga lebih murah dibandingkan harga es batu,
daya awetnya lebih lama, resiko kerusakan lebih rendah, penampakan lebih baik,
formalin lebih mudah diperoleh serta lebih praktis dan tidak makan tempat yang
luas dibandingkan dengan es batu.
Sedangkan alasan bagi pengolah ikan adalah biaya
produksi lebih rendah, rendemen hasil lebih tinggi karena selama pengeringan
ikan, formalin dapat mencegah turunnya bobot dari sekitar 60 % hanya menjadi 30
%, proses pengeringan lebih cepat dan penampakan lebih baik.
Ciri-ciri ikan yang Mengandung Formalin
Ikan
Basah :
- Penampakan
luar bersih dan cemerlang
- Tekstur
daging kaku/kenyal
-
Mata ikan
merah tetapi insang pucat
-
Sedikit
lendir, bau amis (spesifik ikan) berkurang
-
Ada bau
seperti kaporit, lalat kurang / tidak mau hinggap
Ikan
Kering :
- Penampakan
luar bersih, cerah
- Tekstur
keras, kenyal
-
Bau
hampir netral (bau amis berkurang)
ALTERNATIF PENGGANTI FORMALIN
Setelah
kita mengetahui bahwa formalin sangat berbahaya bagi manusia apabila digunakan
sebagai bahan pengawet makanan, maka kita perlu mengetahui alternatif pengganti
dari formalin. Beberapa bahan yang aman digunakan sebagai bahan pengawet
makanan (ikan) sebagai pengganti
formalin adalah :
1.
Chitosan
Bahan
alami pengawet bahan makanan alternatif yang dibuat dari limbah udang dan
rajungan yang telah ditemukan oleh Tim Riset Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor. Chitosan adalah produk turunan dari polimer chitin
yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan khususnya
udang dan rajungan. Uji aplikasi chitosan telah dilakukan oleh Institut
Pertanian Bogor terhadap beberapa produk ikan asin, seperti teri dan cumi.
Pengawetan dilakukan dengan cara mencelupkan produk beberapa saat pada chitosan
yang dilarutkan dalam asam asetat.
Berdasarkan
penelitian, chitosan lebih unggul daripada formalin dalam hal :
- Lebih aman
- Pada konsentrasi 1,5 % chitosan dapat menyamai formalin dengan
indikasi lalat yang hinggap lebih sedikit, penampakan lebih baik dibandingkan
dengan ikan asin dengan formalin maupun tanpa formalin
- Pada
minggu ke-delapan setelah diawetkan, ikan asin cucut yang diolesi chitosan
lebih
enak
- Lebih efektif
dalam menghambat pertumbuhan bakteri
- Lebih ekonomis, (100 kg ikan asin hanya memerlukan satu liter
chitosan dengan harga Rp. 12.000,-
sedangkan untuk efek yang sama diperlukan formalin senilai Rp. 16.000,-)
2. Biji
Picung/Kluwek/Kapayang
Alternatif kedua ini merupakan bumbu populer di dapur keluarga
Indonesia. Biji picung merupakan tanaman dengan nama spesies Pangium edule
REINW yang termasuk dalam Divisio : Spermatophyta dan Sub Divisio :
Angiospermae.
Nama-nama lain dari biji picung (Sunda), Kluwek (Jawa), Hapesong (Batak),
Kepayang (Bahasa Indonesia), Pangi (Bahasa Melayu, Bali, Bugis), Pucung
(Jakarta), Kalowa (Sumbawa). Biji picung sudah digunakan untuk mengawetkan ikan
di daerah Banten dan Pariaman. Umumnya ikan
yang diawetkan dengan biji picung dapat bertahan sampai 6
hari.
Cara-cara
mengawetkan dengan biji picung :
- Biji
dicincang dan dijemur selama 2-3 hari
- Ikan laut
yang baru ditangkap dibersihkan isi
perutnya
- Setelah itu
rongga perut ikan diisi dengan cincangan biji picung
Untuk pengangkutan
jarak jauh, maka wadah/keranjang ikan dapat ditaburi dengan campuran cincangan biji picung dengan garam perbandingan
1 : 3 atau bisa juga dengan biji picung saja.
3. Asam Laktat yang Berasal dari Sayuran Kubis
Sayuran kubis ini dikenalkan oleh
Dr. NL. Ida Sopied, MS, dari Jurusan Kimia FMIPA Institut 10 November (ITS)
Surabaya. Pengawetan terhadap ikan segar dilakukan dengan cara merendam ikan
dengan air yang dicampur dengan asam laktat.
Asam laktat dapat dibuat di rumah dari sayuran
kubis yang dirajang halus dan ditempatkan dalam wadah kemudian didiamkan selama
2 hari. setelah 2 hari akan terdapat cairan dari proses pembusukan kubis.
Cairan tersebut yang akan digunakan sebagai asam laktat. Dengan merendam ikan
dalam cairan tersebut maka ikan akan tahan selama 12 jam. Hasilnya akan lebih
baik lagi, bila dipinggiran wadahnya diberi sedikit es batu.
4. Asap Cair dari Tempurung Kelapa
Pengawetan ikan dengan
tempurung kelapa ini ditemukan oleh Dr. AH. Bambang Setiadji, MSc, PHd, Dosen
Fakultas Kimia MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Asam cair yang
dihasilkan dari tempurung kelapa yang digunakan untuk mengawetkan ikan
berbentuk cairan yang berwarna bening, tidak keruh dan berwarna coklat. Meskipun masih mempunyai kendala dalam produksi antara
lain mahalnya peralatan yang digunakan untuk memproduksi asap cair, namun asap
cair mempunyai potensi sebagai pengganti formalin karena :
-
Ekonomis
(pengawetan 1000 ekor ikan bandeng memerlukan 1 liter asap cair seharga Rp.
6.000,- yang dicampur dengan 3 liter air)
-
Aman
-
Daya simpan ikan hingga 25 hari
-
Telah
diproduksi secara masal
Beberapa bahan pengganti
formalin sudah ditemukan oleh beberapa ahli di Indonesia. Namun demikian, masih
perlu mendapat perhatian karena bahan pengawet alternatif fornalin tersebut
belum tersedia secara luas di pasaran. Kepraktisan penggunaan serta nilai
ekonomis dari bahan alternatif formalin tersebut juga perlu disosialisasikan
secara luas ke masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar